"Membaca adalah keharusan bagi umat manusia dan lambang dari kemajuan bangsa dan negara"

KAMPUS IDOLAKU UNTUK MASA DEPAN

KAMPUS IDOLAKU UNTUK MASA DEPAN

TESIS PERAN ETOS KERJA GURU DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Balakang
              Masalah pendidikan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah diantaranya rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang satuan pendidikan. Apalagi adanya isu-isu tentang carut marutnya sistem pendidikan yang tidak konsisten. Hal ini boleh dikatakan bukanlah suatu rahasia yang mudah untuk ditutup-tutupi. Kompleksitas dari permaslahan  yang muncul disikapi oleh pemerintah dengan berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui cara yang komplek pula. Ada pengadaan buku-buku dan alat pelajaran, berbagai pelatihan dan peningkatan kompetensi (misalnya : UKG, PKG, PLPG dsb), perbaikan dan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu yang adil (equity) dan merata (equality) dalam berbagai indikator kendali mutu.
              Pendidikan diharapkan dapat membentuk manusia berkualitas yang memiliki kemampuan untuk memanfaatkan, mengembangkan, dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Paradigma nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 harus menjadi konsep berpikir yang rasional serta merupakan pola dalam mengembangkan kebijakan pembangunan pendidikan nasional. Produk-produk Undang-Undang tentang pendidikan harus mengacu pada ruh Pancasila dan UUD 1945, seperti UU Sisdiknas, Undang-Undang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Perda yang juga sebagai landasan yuridis kebijakan pelaksanaan pendidikan di lapangan. Kebijakan dan program pembangunan pendidikan harus dilandasi oleh data empirik di lapangan yang objektif, mudah dipahami. Karena dari data empirik yang objektif dan mudah dipahami tersebut akan melahirkan perencanaan yang baik, perencanaan yang baik akan membuat target yang baik, dan target yang baik akan menjadikan stategi, sehingga kinerja pelaksana pendidikan di lapangan akan mencapai target tersebut dengan menumbuhkan etos kerja yang logis.
              Guru sebagai ujung tombak di front terdepan dalam melaksanakan kebijakan pembangunan pendidikan nasional dalam mengartikan, mengejawantahkan strategi, demi tercapainya tujuan pendidikan akan mencari cara yang tepat secara efektif dan efisien. Kinerja  guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar berinteraksi dengan siswa tidak muncul tiba-tiba, tetapi telah terjadi proses pembentukan tentang maindset yang melekat pada pola berpikirnya, pola hidupnya, dan cara bertindak.
              Salah satu faktor penentu di dalam menunjang keberhasilan peningkatan mutu pendidikan adalah guru (pendidik). Guru merupakan sumber daya manusia yang berada di front paling depan tempat saat terjadinya interaksi belajar mengajar. Hal itu mengandung makna bahwa meningkatkan mutu pendidikan harus dimulai dari guru dan tenaga kependidikan lainnya. Dalam mengoptimalkan kinerja mengajar guru yakni dalam rangka melaksanakan tugas dan pekerjaannya, menggerakkan, memotivasi, mengajak, mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintahkan, melarang dan bahkan memberikan sanksi, serta membina dalam rangka mencapai kinerja sekolah secara efektif dan efisien. Melalui peningkatan kinerja mengajar guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, diharapkan prestasi kerja guru dapat mencapai hasil yang optimal.
              Depdiknas (2002:3) mengemukakan ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita mengalami peningkatan secara merata.
              Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production atau input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekwen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan bertugas sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini dianggap input pendidikan, seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana dan prasarana perbaikan lainnya dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi.
              Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional secara birokratis-sentralistik, sehingga meningkatkan sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan yang bergantung kepada keputusan-keputusan birokrasi. Namun panjangnya birokrasi menjadikan sekolah kurang kemandirian dan kreativitas serta motivasi dalam menyikapi permasalahan pendidikan yang dihadapi.
              Ketiga, minimnya peranan masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan, partisipasi orang tua selama ini hanya dengan sebatas pendukung dana, tetapi tidak dilibatkan dalam pendidikan secara langsung seperti mengambil keputusan, monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat/orang tua sebagai stakeholder yang berkepentingan dengan pendidikan.
              Keempat, krisis kepemimpinan, dimana kepala sekolah yang cenderung tidak demokratis, sistem top-down policy baik dari kepala sekolah terhadap guru ataupun  dari birokrasi di atas kepala sekolah kepada sekolah/kepala sekolah.
                         Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan juga sesuatu yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri (umaedi, 2999)
              Surya Dharma (2005) mengemukakan bahwa penentuan evaluasi kinerja adalah dasar bagi penilaian atas tiga elemen kunci suatu kinerja, yaitu: kontribusi, kompetensi dan pengembangan yang berkelanjutan. Kinerja mengajar guru adalah kemampuan seseorang guru untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu tugas guru menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab XI, pasal 39 ayat (2) adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.
              Kinerja guru melalui pelaksanaan tugasnya sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih anak didiknya diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Namun demikian kinerja seseorang banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berkenaan dengan hal tersebut, Gibson et al (2985:52-53) secara lebih komperehensif mengemukakan adanya tiga kelompok variable sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dan potensi individu dalam organisasi, yaitu: pertama, variable individu, yang meliputi: (a) kemampuan/ketrampilan; (b) latar belakang (keluarga, tingkat sosial, pengalaman). Kedua, variable organisasi, yang meliputi (a) sumber daya; (b) kepemimpinan; (c) imbalan; (d) struktur; (e) desain pekerjaan. Ketiga, variable psikhologis, meliputi: (a) mental/intelektual; (b) persepsi; (c) sikap; (d) kepribadian; (e) belajar; (f) motivasi.
              Untuk menjadi guru yang profesional, guru harus memenuhi kualifikasi akademik minimum dan sertifikasi sesuai jenjang kewenangan mengajar. (amanat UU No. 20 tahun 2003 pasal 42 dan PP No. 29 tahun 2005 Bab VI pasaql 28). Program sertifikasi kepada guru akan menjadi kontrol yang mendorong para penyelenggara pendidikan untuk meningkatkan profesionalismenya dan memberikan layanan maksimal kepada para stakeholder. Gaffar (Sumaryani, 2008:5) mengemukakan bahwa “sertifikasi dalam sistem pendidikan guru adalah proses pendidikan yang mencakup program D4, S2 dan pendidikan profesi”
              Seperti dilaporkan Bahrul Hayat dan Umar pada lebih 10 tahun yang lalu (Adiningsih: 2002), yang mengemukakan nilai rerata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk mata pelajaran matematika hanya 27,67 dari interval 0-100 masih dapat untuk menggambarkan kualitas calon guru saat ini, artinya mereka hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya dikuasai. Hal serupa juga terjadi pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam; Fisika (27,35%), biologi (44,96%), kimia (43,55%). Pada mata pelajaran Bahasa Inggris (37,57%). Nilai-nilai tersebut di atas tentu saja jauh dari ambang ideal kemampuan guru secara nasional, karena nilai minimum yang harus dicapai semestinya adalah 75%, sehingga guru belum dapat dikatakan dapat mengajar dengan baik. Temuan lain yang dilakukan oleh Konsorsium Ilmu Pendidikan (Balitbang Depdiknas, 2000) bahkan lebih memprihatinkan lagi, yaitu 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar mata Pelajaran di luar bidang keahliannya. Kondisi objektif tersebut didukung fakta laporan Depdiknas (Dananjaya, 2005: 59), bahwa hanya 31% guru di Indonesia yang layak mengajar. Ketua Umum PGRI periode 1998 – 2008, Prof. Dr. Moh Surya (Hadiyanto) menyatakan bahwa banyak guru SD, hingga SLTA yang masih belum layak mengajar.
              Harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan. Meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun apabila tidak ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal (Neni Utami, 2003:2). Guru sebagai pelaksana pendidikan nasional merupakan faktor kunci. Guru merupakan sumber daya manusia yang mampu mendayagunakan faktor-faktor lainnya sehingga tercipta Proses Belajar mengajar yang bermutu dan menjadi faktor utama yang menentukan mutu pendidikan di Indonesia.
              Dalam mencapai visi, Misi dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan bersama semua warga sekolah, dibutuhkan kondisi sekolah yang kondusif dan adanya keharmonisan antara guru, tenaga administrasi, siswa dan masyarakat yang masing-masing mempunyai peran yang cukup besar dalam mencapai tujuan organisasi.
              Etos kerja dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang guru seyogyanya mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam meningkatkan manajemen mutu sekolah, selain kompetensi kepemimpinan kepala sekolah dan kebijakan kepala sekolah dalam memenej penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya.
              Menurut Sinamo seperti yang dikutip oleh Andrias Harefa (2004:26) ada delapan rumusan etos kerja, yang meliputi: (2) kerja adalah rakhmat; aku bekerja tulus penuh syukur, (2) kerja adalah amanah; aku bekerja benar penuh tanggung jawab, (3) kerja adalah penggilan; aku bekerja tuntas penuh integritas; (4) kerja adalah aktualisasi; aku bekerja penuh semangat; (5) kerja adalah ibadah; aku bekerja serius penuh kecintaan; (6) kerja adalah seni; aku bekerja kreatif penuh suka cita; (7) kerja adalah kehormatan; aku bekerja tekun penuh kunggulan; (8) kerja adalah pelayanan; aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.
              Selain itu, optimalisasi pemberdayaan seluruh perangkat yang ada di sekolah merupakan akternatif yang paling tepat, guna mewujudkan suatu sekolah yang mandiri dan memiliki keunggulan yang tinggi dalam pencapaian tujuan pendidikan. Kinerja dan prestasi guru sebagai pendidik, tidak hanya dituntut dan dinilai oleh kepala sekolah sebagai pimpinan. Lebih jauh lagi prestasi dan kinerja guru harus dipertanggungjawabkan pada siswa, orang tua, dan masyarakat. Orang tua menitipkan tanggungjawabnya kepada guru untuk mendidik dan membina anaknya sesuai dengan tingkat usianya, agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di kelak kemudian hari, dapat mengatasi tantangan jaman, dan mampu hidup layak di tengah masyarakat secara luas.
              Kepercayaan masyarakat akan berkurang apabila kinerja mengajar guru mengalami penurunan kualitas. Masyarakat akan lebih percaya menitipkan anak-anaknya untuk dididik dan dibina di sekolah, jika terlihat prestasi dan kinerja mengajar guru di sekolah tersebut baik, ditandai dengan memiliki ketrampilan dan kemampuan sesuai dengan profesinya sebagai seorang pendididik.
              Fenomena masih rendahnya kinerja mengajar guru diperoleh melalui hasil studi pendahuluan melalui pengamatan awal yang dilakukan peneliti terhadap teman-teman guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang sebelum dilaksanakan wawancara dan observasi secara menyeluruh. Namun peneliti pada akhirnya akan melakukan penelitian melalui kegiatan wawancara dan hasil observasi sebagai metode untuk menerima informasi dari informan. Wawancara dilakukan secara gradual dengan object sampling dari kepala sekolah, guru, maupun siswa. Hal ini peneliti lakukan karena waktu dan banyaknya komunitas, sehingga tidak dapat satu persatu dari guru dan karyawan serta siswa SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal dilakukan wawancara. Observasi dilaksanakan secara periodik sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, untuk melihat kondisi yang sebenarnya dari waktu ke waktu supaya tidak terjebak dengan kondisi temporer yang tidak objektif sehingga mencederai objektivitas penelitian. Perlakuan penelitian dilakukan secara adil tanpa perbedaan dan dilakukan dengan kesungguhan hati terhadap kepala sekolah, guru, dan siswa di lingkungan SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang melalui sampling object.
              Dari hasil wawancara informal dan pengamatan peneliti terhadap guru  SMP Negeri di Kecamatan Radudongkal Kabupaten Pemalang, peran etos kerja guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja mengajar guru untuk mencapai kualitas pendidikan di SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang. Namun secara umum etos kerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang belum memenuhi harapan dan masih sangat rendah, sehingga kinerja mengajar yang merupakan dampak positif dari etos kerja guru yang baik menjadi tidak tercapai pula. Artinya kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang juga masih rendah. Selain itu faktor guru yang berkaitan dengan profesionaloisme, belum mencapai taraf yang optimal, terbukti dari jumlah guru ….yang memperoleh sertifikat profesional, hanya ….. jumlah guru yang memenuhi standar kompetensi. Artinya dari      guru yang bersertifikasi, hanya ada …..guru profesional yang lulus Ujian Kompetensi Guru dengan grade nilai ….. indikator dari profesional dan tidaknya seorang guru terletak pada lulus dan tidaknya seorang guru pada Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), kemudian lulus Uji Kompetensi Guru (UKG).
              Tugas profesi guru seperti perencanaan, pelaksanaan, penilaian/evaluasi proses belajar mengajar, pelatihan guru yang belum banyak berkontribusi; pembinaan guru yang belum sistematik; etos kerja yang rendah; akan menimbulkan kinerja mengajar yang tidak optimal. Akibatnya para guru tersebut kurang menunjukkan motivasi kerja dan kinerja mengajar yang optimal dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai guru. Disamping itu, rendahnya suasana etos kerja di sekolah dan masih mempertahankan suasana sekolah yang kurang memperhatikan nilai-nilai inti (misalnya rendahnya disiplin, sikap terhadap pekerjaan, kurang dedikasi dan loyalitas terhadap pekerjaan dan peraturan yang berklaku), serta munculnya budaya kurang peduli, akan berakibat mundurnya kualitas pendidikan di SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang. Apalagi adanya ujian kompetensi Guru Sertifikasi di Kabupaten Pemalang yang perolehan nilai trata-ratanya menunjukkan kompetensi guru yang masih rendah dan masih harus ditingkatkan kompetensinya.
              Fenomena inilah yang sangat menarik untuk dikaji dan diteliti secara mendalam untuk mengetahui yang sebenarnya apakah yang terjadi tentang etos kerja guru dan kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang. Penelitian akan dilakukan lebih mendalam melalui sebuah penelitian yang difokuskan pada judul penelitian “ Peran Etos Kerja Guru dalam Meningkatkan Kinerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang.
1.2. Perumusan Masalah
              Rumusan masalah merupakan salah satu tahap di antara tahap penelitian yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan penelitian. Tanpa rumusan masalah, maka penelitian tidak berarti apa-apa karena tidak dapat menghasilkan penelitian yang akan menjadi indikatornya. Perumusan masalah atau disebut research questions atau disebut juga research problem, diartikan sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terklait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik penyebab maupun akibat.
              Dari hasil observasi awal di lokasi penelitian (pertengahan tahun 2013) penulis mendapatkan informasi yang mengindikasikan bahwa kinerja mengajar guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang belum optimal.  Dalam dugaan sementara peneliti, hal ini disebabkan antara lain etos kerja guru itu sendiri pada saat ini, maupun yang akan datang yang belum mampu menciptakan suasana kinerja yang profesional, baik penentu maupun pelaksana kebijakan pendidikan harus mampu merespon perubahan, yaitu tuntutan masyarakat yakni pendidikan yang bermutu. Salah satu implikasinya adalah peningkatan kinerja mengajar guru antara lain: etos kerja guru, kebijakan pemerintah, biaya dan fasilitas, sarana dan prasarana. Salah satu faktor yang dominan mempengaruhi kenerja guru yaitu etos kerja guru. Dengan demikian batasan masalah pada penelitian ini yaitu, peran etos kerja guru, dan kinerja mengajar guru.
              Berdasarkan identifikasi masalah yang diuraiakan di atas, maka masalah yang muncul dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana etos kerja guru  SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang?
2. Bagaimana kinerja guru  SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang?
3. Bagaimana peran etos kerja guru dalam meningkatkan kinerja guru  SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang?
4. Faktor apa yang mendukung etos kerja guru dalam kinerja guru  SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang?
5. Faktor apa yang menghambat etos kerja guru dalam kinerja guru  SMP Negeri di Kecamatan Radnduongkal Kabupaten Pemalang?

1.3. Tujuan Penelitian
Sebagaima yang telah diuraikan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisa data empirik dalam mendapatkan temuan atas hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui etos kerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
2. Untuk mengetahui kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
3. Untuk mengetahui peran etos kerja guru dalam meningkatkan kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang
4. Untuk mengetahui faktor pendukung etos kerja guru dalam kinerja  guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang
5. Untuk mengetahui faktor penghambat etos kerja guru dalam kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.

1.4. Manfaat Penelitian
Setiap karya tulis dalam penelitian suatu masalah tentu ada manfaat bagi berbagai pihak terkait. Demikian pula penelitian yang penulis lakukan diharapkan ada manfaatnya. Manfaat penelitian yang diharapkan adalah:
            1. Secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan menambah dan membuka khasanah, wawasan dan cakrawala pengetahuan mengenai teori-teori mengenai peran etos kerja guru dalam peningkatan  kinerja guru, khususnya peran etos kerja guru dalam peningkatan kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
2.  Secara Praktis
              Secara praktis manfaat hasil penelitian ini antara lain:
a. Bagi pimpinan Pendidikan, sebagai bahan balikan untuk pembinaan, etos kerja guru dalam peningkatan kinerja guru di tempat para pimpinan pendidikan mengampu.
b. Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang upaya peningkatan etos kerja dan kinerja mengajarnya dalam menyelenggarakan pendidikan di sekolah yang ada di SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten  Pemalang.
c. Bagi Kepala Sekolah, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang upaya peningkatan kinerja mengajar guru melalui etos kerja yang baik di sekolah terutama yang berhubungan dengan peran etos kerja dalam peningkatan kinerja guru di sekolah masing-masing.
d. Bagi Peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan perbandingan dalam melakukan penelitian yang sejenis, untuk mencari permasalahan yang ada di luar pembahasan masalah hasil penelitian ini.
          BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kajian Penelitian Terdahulu
            Penelitian yang dilakukan oleh Shirley dan Steve Busch dalam jurnal yang berjudul “ Instructional Performance Management System: Streamlining Instructional Management for Success” meneliti tentang komponen keberhasilan proses belajar mengajar. Dalam merencanakan proses belajar mengajar, guru harus menyediakan satu peraturan di mana guru membuat proses belajar mengajar yang akan diajarkan untuk masing-masing kelas dalam satu tahun. Empat komponen perencanaan adalah pemilihan materi yang standar, pemilihan atau pengembangan pembelajaran yang objektif, aktivitas dalam proses belajar mengajar, dan variasi-variasi pembelajaran guru dalam menyampaikan materi pelajaran.
            Perencanaan proses belajar mengajar yang biasa dilakukan guru dalam administrasi, bahwa setiap guru harus menyiapkan kelengkapan administrasi sebelum proses belajar mengajar dilaksanakan. Guru yang tidak menyiapkan administrasi secara lengkap cenderung tidak dapat mengelola proses pembelajaran secara maksimal dan ideal, tujuan pembelajaran yang seharusnya dapat dicapai guru akan menjadi jauh dari harapan. Administrasi guru sangat penting dimiliki oleh setiap guru untuk menciptakan proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan harapannya. Penemuan dari Sirley Johnson dan Steve Busch ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara perencanaan program pembelajaran dan keberhasilan proses pembejaran.
            UNESCO (2006) menerbitkan buku berjudul “Guidenbook for Planning Education In Emergencies And Reconstructions” yang merupakan hasil penelitian dari beberapa negara anggota UNESCO. Buku yang diterbitkan UNESCO ini berisi penelitian mengenai motivasi kerja guru yang dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Di sisi lain motivasi merupakan factor yang secara signifikan mempengaruhi kinerja guru. Sedangkan bagaimana pengaruh motivasi terhadap kinerja guru belum diteliti. Oleh karena itu pengaruh kompetensi profesional, komunikasi interpersonal dan motivasi kerja terhadap kinerja guru masih layak dilakukan.
            Penelitian yang dilakukan oleh Haryani (2012) yang berjudul Budaya Kerja Guru Bersertifikasi dalam Pembelajaran (Studi di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal), mengungkapkan bahwa budaya kerja pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang menjadi kebiasaan seseorang dan menentukan kualitas seseorang dalam bekerja. Administrasi guru adalah segenap proses penataan yang berhubungan dengan tenaga pengajar di sekolah secara efektif dan efisien agar tujuan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tercapai secara optimal. Bidang kajian administrasi yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu berupa perangkat pembelajaran yang meliputi: pengembangan silabus, pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran, pengembangan  indicator, dan pengembangan materi pembelajaran. Dalam Proses Belajar Mengajar (PBM), guru harus memberikan keteladanan setiap satuan pembelajaran dalam melaksanakan kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup untuk meningkatkan proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. budaya kerja guru Bersertifikasi dalam proses belajar mengajar dapat dikategorikan menjadi empat macam kemampuan, yaitu kemampuan akademik, kemampuan profesional, kemampuan sosial, kemampuan kepribadian. Evaluasi pembelajaran adalah penilaian bagi siswa yang memiliki dua fungsi utama, yaitu: (a) membantu siswa untuk mencapai kompetensi yang akan diharapkan, dan (b) mengetahui tingkat pencapaian kompetensi yang diharapkan tersebut. Antara guru yang bersertifikasi dan yang tidak bersertifikasi di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal menurut Haryani dalam penelitiannya ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan. Keduanya mempunyai kompetensi yang sama, dengan budaya kerja yang sama pula. Sehingga budaya kerja guru bersertifikasi dalam pembelajaran tidak ada perbedaan yang signifikan.
            Selanjutnya penelitian Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Kepala Sekolah, dan Lingkungan Kerja terhadap kinerja Guru SMP dan SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2010 oleh Pranawa (Thesis Magister Manajemen Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto) yang dilakukan di SMP dan SMA Negeri di kabupaten Banjarnegara, dengan hasil penelitian:
1.    Kepemimpinan Transformasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru.
2.    Kepemimpinan transaksional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru
3.    Kepemimpinan Laizze faire mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja guru.
Dengan demikian dapat dikatakan adanya pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dan operasional di sekolah.

Ise Suryadi (2009), dalam tesisnya beerjudul Kontribusi Persepsi Guru Tentang Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi Guru Terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di Kabupaten Majalengka. Dalam tesisnya Ise Suryadi menemukan bahwa ada korelasi yang signifikan antara supervise kepala sekolah dan motivasi dengan kinerja guru
            Penelitian yang dilakukan Bustari (2010), dengan judul Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan kinerja Organisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa organisasi sekolah dewasa ini selalu mengalami perubahan karena dipengaruhi adanya perubahan di berbagai bidang. Agar sekolah tidak tertinggal dengan perubahan tersebut, maka kinerja organisasi senantiasa ditingkatkan melalui peningkatan kinerja individu yang ada dalam organisasi terserbut. Implementasi pembaharuan (inovasi) adalam organisasi sekoloah dapat berjalan dengan baik dan efektif apabila ada kepemimpinan kepala sekolah yang profesional, yang mampu mengakomodasi perubahan yang begitu pesat. Kepala Sekolah hendaknya bertindak selaku pemimpin bukan sebagai bos. Oleh karena itu, kepala sekolah harus menghindari terciptanya pola hubungan dengan guru dan karyawan yang hanya mengandalkan kekuasaan saja, akan tetapi perlu mengedepankan kerja sama fungsional  dengan para stafnya. Kepala sekolah harus menekankan pola kerja sama kesejawatan, menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan dan membosankan, dan senantiasa mendorong rasa percaya diri para stafnya. Kepemimpinan yang sesuai dengan karakteristik tersebut adalah kepemimpinan transformasional. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu menetapkan gaya kepemimpinan transformasional agar organisasi sekolah yang dipimpinnya dapat menyesuaikan dengan perubahan lingkungan dengan cepat, dimana kepemimpinan tersebut senantiasa pada kerja sama atau pelibatan para guru dan karyawan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi sekolah.
            Wahyudi (2012) dari Universitas 17 Agustus 1945 Semarang Program Magister Administrasi dengan tesis berjudul Pengaruh Kinerja Guru dan Harmonisasi Keluarga terhadap Kedisiplinan Belajar Pada Siswa Kelas VI SD Negeri se Gugus Gajah Mada Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal, mengemukakan bahwa siswa adalah subjek didik yang harus dikembangkan potensinya agar menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam mencapai tingkat kelulusan yang diharapkan maka siswa harus rajin belajar. Untuk rajin belajar diperlukan sikap disiplin, dan disiplin dapat terbentuk dari dalam diri sendiri maupun pengaruh dari luar hingga seorang siswa mencapai keberhasilan. Di antarafaktor penunjang keberhasilan tersebut adalah guru dan keluarga. Guru merupakan sumber daya yang menentukan keberhasilan pendidikan di sekolah, karena guru langsung berinteraksi dengan para siswa yang memiliki empat kompetensi. Selain factor guru, keberhasilan dalam kedisiplinan siswa dalam belaar juga dipengaruhi oleh harmonisasi keluarga yang saling menghargai, memberi dan menerima, saling mengingatkan akan tanggung jawabnya, mensyukuri nikmat Tuhan yang dilandasi oleh rasa kasih sayang. Pada keluarga single parent ternyata dapat mengakibatkan keberhasilan kedisiplinan belajar tidak baik.
            Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa (1) secara deskriptif kinerja guru dalam mengajar berkategori baik, harmonisasi keluarga dalam kategori cukup, dan kedisiplinan belajar siswa cukup; (2) terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kiinerja guru terhadap kedisiplinan belajar siswa yaitu sebesar 35,0%; (3) terdapat pengaruh positif dan signifikan harmonisasi keluarga terhadap kedisiplinan belajar siswa yaitu 57,1%; (4) terdapat pengaruh positif dan signifikan kinerja guru dan harmonisasi keluarga secara bersama-sama terhadap kedisiplinan belajar yaitu sebesar 60,5%.
       2.1.1. Pemetaan Hasil Penelitian Terdahulu
Pemetaan hasil penelitian terdahulu dapat dilihat dan dicermati pada table berikut ini :
Table 2.1
Pemetaan Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Judul
Tahun
Kesimpulan
1
Shirley dan Steve Busch
Instructional Performance Management System: Streamlining Instructional Management for Success

Ada pengaruh yang  signifikan antara perencanaan program pembelajaran dengan  keberhasilan proses pembejaran.
2
UNESCO
Guidenbook for Planning Education In Emergencies And Reconstructions
2006
motivasi merupakan salah satu faktor yang secara  signifikan bisa mempengaruhi kinerja guru
3
Haryan
Budaya Kerja Guru Bersertifikasi dalam Pembelajaran (Studi di SMP Negeri 1 Limbangan Kabupaten Kendal),
2012
Antara guru yang bersertifikasi dan yang tidak bersertifikasi  tidak ada perbedaan yang signifikan.
4
Pranawa
Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan Kepala Sekolah, dan Lingkungan Kerja terhadap kinerja Guru SMP dan SMA Negeri di Kabupaten Banjarnegara
2010
Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru dan operasional di sekolah.
5
Ise Suryadi

Kontribusi Persepsi Guru Tentang Supervisi Akademik Kepala Sekolah dan Motivasi Berprestasi Guru Terhadap Kinerja Guru SMP Negeri di Kabupaten Majalengka.
2009
ada korelasi yang signifikan antara supervise kepala sekolah dan motivasi dengan kinerja guru
6
Bustari 
Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan kinerja Organisasi.
2010
organisasi sekolah dewasa ini selalu mengalami perubahan karena dipengaruhi adanya perubahan di berbagai bidang
7
Wahyudi
Pengaruh Kinerja Guru dan Harmonisasi Keluarga terhadap Kedisiplinan Belajar Pada Siswa Kelas VI SD Negeri se Gugus Gajah Mada Kecamatan Singorojo Kabupaten Kendal,
2012
kinerja  mengajar guru berkategori baik, harmonisasi keluarga cukup, kedisiplinan belajar siswa cukup,
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan kiinerja guru terhadap kedisiplinan belajar siswa  35,0%;  terdapat pengaruh positif dan signifikan harmonisasi keluarga terhadap kedisiplinan belajar siswa 57,1%;
 terdapat pengaruh positif dan signifikan kinerja guru dan harmonisasi keluarga secara bersama-sama terhadap kedisiplinan belajar  60,5%.

2.2. Konsep Administrasi Pendidikan
       2.2.1. Pengertian Administrasi Pendidikan
  Pemahaman tentang teori administrasi atau manajemen pendidikan tidak terlepas dari permasalahan keseluruhan pengelolaan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan. Dari terminology administrasi pendidikan, Engkoswara (1999: 24) mengatakan:
Sejauh mana pendidikan berhasil banyak ditentukan oleh penataan atau manajemen pendidikan. Itu sebabnya dalam kesempatan ini titik pandang dikemukakan dari sudut administrasi pendidikan yang secara tekhnis dipergunakan istilah manajemen, pengelolaan, mengatur atau menata pendidikan.
Pada dasarnya pengertian administrasi pendidikan merupakan penerapan dalam arti luas pada dunia pendidikan, seperti yang dikemukakan oleh para pakar di bawah ini.
Menurut Oteng Sutisna (1953: 19) menyatakan: “Administrasi ialah keseluruhan proses dengan mana sumber-sumber manusia dan material yang cocok dibuat tersedia dan efektif bagi pencapaian maksud-maksud organisasi secara efisien”
Menurut Shuster dan Wetzler (Hadani Nawawi, 1987:9) mengatakan:
“Administration of school my bedefined as the art and science of creatively integrating ideas, material and a person into an organic, harmonious working unit for the achievement of a desired goal”
Selanjutnya Abin Samsudin (1999:11) secara luas mengemukakan bahwa:
Education of administration management mengandung muatan dan cakupan makna yang lebih luas dari sekedar affix administration management. Cakupan garapannya meliputi segenap tindakan pengaturan dan penataan sumber daya (man, money, material, and machines) dan cara kerja (methods) untuk mencapai tujuan suatu usaha (pendidikan) yang diharapkan (efficiency), productive, relevancy, accountability) melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (POAC, POSDCORB).
Singkatnya administrasi atau menejemen pendidikan itu bertalian dengan pengaturan dan penataan segala aspek atau unsur kinerja (usaha) pendidikan.
Kemudian beberapa pengertian administrasi pendidikan dari berbagai pakar yang dirangkum oleh Tim Adpen FIP IKIP Malang (1989: 10) sebagai berikut:
1) Administrasi pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, semua kegiatan bersama dalam bidang pendidikan dengan memanfaatkan semua fasilitas yang tersedia baik personal, material maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan (S. Nasution, 1972)
2) Education administration is the direction, control and management affairs, including business administration, since all aspect of carried on for education ends. (Administrasi pendidikan adalah pengarahan, pengawasan, pengelolaan segala hal yang berkaitan dengan sekolah, termasuk administrasi pembayaran. Dalam arti segala aspek yang berkaitan dengan sekolah harus dipertimbangkan untuk mencapai tujuan pendidikan). (Walter S Monroe: 1952)
3) Adminstrasi pendidikan adalah segala usaha bersama untuk mendayagunakan semua sumber (personal maupun material) secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan (Kurikulum SMP 1975).
4) Administrasi pendidikan adalah semua aspek kegiatan untuk mendayagunakan berbagai sumber (manusia, sarana dan prasarana, serta media pendidikan lainnya) secara optimal, relevan, efektif dan efisien guna menunjang pencapaian tujuan pendidikan (Kurikulum SPG 1976, buku IIID).
        Dari beberapa pengertian di atas, jelaslah kiranya bahwa administrasi pendidikan bukanlah pekerjaan tulis menulis (tata usaha) di kantor belaka. Ia melibatkan komponen manusia dengan berbagai potensinya dan komponen non manusia dengan berbagai jenisnya. Semua perlu ditata dan dikoordinasikan atau didayagunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Hadari Nawawi (1987: 11) mengungkapkan bahwa:
Administrasi pendidikan adalah rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerja sama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistimatis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu, terutama berupa lembaga pendidikan formal. Selanjutnya dikatakan bahwa sejalan dengan pengertian tersebut perlu ditekankan kembali perbedaan antara kegiatan administrasi sebagai usaha pengendalian kegiatan-kegiatan pencapaian tujuan pendidikan, di satu pihak dengan kegiatan operasional di bidang pendidikan untuk mencapai tujuan di pihak lain.
Dari pengertian di atas dijelaskan bahwa administrasi pendidikan menciptakan proses kerja sama yang optimal melalui pengendalian kegiatan manajerial administrasi dan kegiatan operatif.
Sedangkan menurut Engkoswara (19870, Administrasi pendidikan merupakan salah satu disiplin ilmu. Pernyataan ini dapat dilihat dalam tulisannya yang dituangkan pada buku Dasar-dasar Administrasi Pendidikan yang menjelaskan:
“Administrasi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari penataan sumber daya yaitu manusia, kurikulum atau sumber belajar dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan menciptakan suasana yang baik bagi manusia, yang turut serta dalam pencapaian tujuan pendidikan secara produktif yaitu efektif dan efisien”.
Selanjutnya dalam buku yang lain Engkoswara (1999: 25) dijelaskan bahwa:
Administrasi pendidikan bukanlah hal yang baru. Telah dipergunakan dalam berbagai jenis dan jenjang pendidikan, sekalipun masih jarang diteliti dengan seksama. Administrasi pendidikan ialah ilmu yang mempelajari bagaimana menata sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara produktif dan bagimana menciptakan suasana yang baik bagi manusia yang turut di dalam mencapai tujuan yang disepakati bersama itu.
Konsep administrasi pendidikan yang dijadikan panduan dalam penelitian ini adalah administrasi pendidikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan SDM dan sumber daya non manusia dengan sistematis dan terencana untuk mencapai tujuan pendidikan secara produktif yaitu efisien dan efektif.
       2.2.2. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan
  Sagala (dalam Sugiarti, 2010) menjelaskan cakupan administrasi pendidikan tidak hanya sekedar administrasi sekolah atau administrasi pembelajaran. Pandangan demikian adalah pandangan yang sempit. Administrasi pendidikan lebih luas dari itu, meskipun muara semua kebijakannya adalah sekolah atau satuan pendidikan pada semua jenjang dan jenis. Jadi administrasi pendidikan ada pada tataran pengambil kebijakan dan pada tataran satuan pendidikan. Administrasi pendidikan pada tataran pemerintah baik pusat maupun daerah berkaitan dengan anggaran pendidikan, standar kurikulum, standar ketenagaan, akreditasi sekolah, dan pelayanan kebutuhan sekolah sebagai  pendidikan formal maupun pendidikan non formal yaitu pendidikan luar sekolah serta pendidikan kedinasan. Administrasi pendidikan pada satuan pendidikan berkaitan erat dengan penerapan teori-teori pendidikan dalam pelayanan belajar, teknik-teknik konseling belajar, manajemen sekolah, dan semua kegiatan yang mendukung dan memperlancar aktivitas-aktivitas satuan pendidikan untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan substansinya, administrasi pendidikan menurut Sutisna (dalam Sugiarti, 2010) dapat ditinjau dari dua pendekatan, yaitu pendekatan tugas dan pendekatan proses. Fokus pendekatan tugas dalam administrasi pendidikan menjawab pertanyaan apa yang harus dikerjakan oleh administrator. Studi yang dilakukan oleh Universitas OHIO, sebagaimana dilaporkan Ramseyer et.al (1955) dalam Sugiarti (2010:27) berhasil mengidentifikasi 9 kegiatan administrator, yaitu: 1) menentukan tujuan-tujuan; 2) membuat kebijaksanaan; 3) menentukan peranan-peranan; 4) mengkoordinasikan fungsi-fungsi administrative; 5) menaksir efektifitas; 6) bekerja dengan kepemimpinan masyarakat untuk meningkatkan perbaikan dalam pendidikan; 7) menggunakan sumber-sumber pendidikan dari masyarakat; 8) melibatkan orang-orang dan 9) melakukan komunikasi.
Dasuqi dan Somantri (dalam Sugiarti, 2010) mengemukakan proses administrasi pendidikan meliputi: 1) membuat keputusan; 2) merencanakan; 3) mengorganisasikan; 4) mengkomunikasikan; 5) mengkoordinasikan; 6) mengawasi dan 7) menilai.
Ruang lingkup administrasi dapat pula ditinjau dari bidang garapannya. Daryanto (1998: 26) mengelompokkan ruang lingkup administrasi pendidikan menjadi tiga bidang garapan, yaitu: 1) bidang administrasi material; 2) bidang administrasi personal; dan 3) bidang administrasi kurikulum. Dasuqi dan Somantri (dalam Sugiarti, 2010) mengemukakan administrasi pendidikan dalam operasionalnya memiliki bidang garapan sebagai berikut: 1) program pendidikan; 2) murid atau peserta didik; 3) personil lembaga pendidikan; 4) kantor dan fasilitas lembaga pendidikan; 5) keuangan lembaga pendidikan; 6) pelayanan bantuan lembaga pendidikan; 7) hubungan lembaga dan masyarakat.
Sementara di pihak lain pendapat dari Hoy dan Miskel (dalam Sugiarti: 2010) menjelaskan ruang lingkup materi kajian administrasi pendidikan bersumber dari pemikiran bahwa sekolah adalah merupakan suatu sistem sosial. Sekolah sebagai sistem sosial memiliki empat elemen atau subsistem. Empat elemen atau subsistem tersebut  yaitu struktur, individu, budaya, dan politik. Perilaku organisasi adalah  merupakan fungsi dari interaksi elemen-elemen ini dalam kontek pengajaran dan pembelajaran. Menurut Hoy dan Miskel, menyimpulkan tentang ruang lingkup materi kajian administrasi pendidikan meliputi: 1) proses belajar mengajar; 2) struktur sekolah; 3) individu; 4) budaya dan iklim sekolah; 5) kekuasaan dan politik di sekolah; 6). Lingkungan ekternal sekolah; 7) efektivitas dan kualitas sekolah; 8) pembuatan keputusan; 9) komunikasi dan 10) kepemimpinan.
2.3. Etos Kerja Guru
Kata “etos” bersumber dari pengertian yang sama dari kata “etik”,yang berarti watak atau adat dan “etika” yang berarti sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku. Keterkaitan etos dengan etika juga menyangkut konsep-teori-rasio tentang nilai-nilai etis dalam hubungan manusiawi seperti kebenaran, keadilan, kebebasan, kejujuran dan cinta kasih. Etika itu ideal, sedangkan etos itu adalah faktual. Etos juga sama artinya dengan bahasa latin “Mos”, jamaknya “mores” yang berarti adat atau cara hidup. Disini dapat dilihat bahwa keduanya (etik dan moral) menunjukkan cara berbuat yang menjadi adat karena persetujuan atau praktek sekelompok manusia. Jadi etik dan moral sama artinya, tapi dalam pemakaiannya ada sedikit perbedaan. Moral dan moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedang etik dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai atau kode.
Etika pada hakikatnya adalah dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum, etika dapat diartikan sebagai disiplin filosofis yang dapat diperlukan dalam interaksi sesame manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku (Surya, 2004: 106). Sedangkan menurut Paul Taylor seperti dikutip DL Goetsch dan SB Davis (2002: 75) mengatakan bahwa “etika merupakan sifat dan latar belakang moral dimana moralitas diartikan sebagai penilaian, standar, dan kaidah perilaku”.
Etika kerja merupakan semacam teori tentang apa, mengapa, dan bagaimana seseorang harusnya bekerja agar menjadi manusia yang baik. Etos kerja merupakan praktek dan budaya secara apa adanya. Setiap organisasi yang ingin maju, akan melibatkan anggota untuk meningkatkan mutu kinerjanya, diantaranya setiap organisasi harus memiliki etos kerja. Tampubolon (2008: 109) mengatakan bahwa “etos kerja yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi perbuaatannya”. Individu atau kelompok masyarakat  dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut: a) mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia; b) menempatkan pandangan tentang kerja sebagai suatu yang amat luhur bagi eksistensi manusia; c) kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia; d) kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana penting dalam mewujudkan cita-cita; dan e) kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sejalan dengan itu Sondang P Siagian (2002: 35) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan etos kerja adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-praktek yang diterima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan para anggota suatu organisasi. Sedangkan menurut Herzberg (Tampubolon: 2008:109) etos kerja adalah daya dorong bagi pendisiplinan jajaran kerja. Dasar bagi gagasannya adalah bahwa fator-faktor yang memenuhi kebutuhan orang akan pertumbuhan psikologis, khususnya tanggung jawab dan etos kerja untuk mencapai tujuan yang efektif. Surya (2004: 108) mengatakan bahwa etos kerja lebih merujuk kepada kualitas kepribadian yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya.
Lebih lanjut Surya juga menyebutkan bahwa sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung beberapa unsur antara lain: (1) disiplin kerja, (2) sikap terhadap pekerjaan, (3) kebiasaan-kebiasaan kerja, (4) kerja keras, (5) dedikasi dan loyalitas, (6) tanggung jawab, dan (7) mempunyai pemahaman yang kuat tentang pembelajaran.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa etos kerja guru adalah merupakan kondisi internal mengenai disiplin kerja, sikap terhadap pekerjaan, kebiasaan-kebiasaan bekerja, kerja keras, dedikasi dan loyalitas, tanggung jawab, mempunyai pemahaman yang kuat tentang pembelajaran, yang mendorong dan mengendalikan perilaku ke arah kualitas kerja yang sesuai dengan norma profesi guru. Tujuan yang akan dicapai adalah terwujudnya proses pembelajaran secara efektif dan efisien untuk keberhasilan kualitas pendidikan di sekolah.
Etos kerja guru merupakan kematangan bawahan dalam mengaktualisasikan dimensi tugas, termasuk diantaranya juga hubungan manusiawi. Seperti disebutkan oleh Hersey dan Blanchard (1977), kematangan bawahan yang dimaksudkan adalah kematngan dalam melaksanakan pekerjaan (job maturity) yang berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dan kematangan psikoligis (psychological maturity) yang berkaitan dengan kemauan atau motivasi untuk melaksanakan pekerjaan.

2.4. Kinerja Mengajar
       2.4.1. Pengertian Kinerja Mengajar
Kinerja merupakan suatu konsep umum yang digunakan untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan kerja pegawai yang digunakan untuk mengetahui efektivitas peleksanaan kerja pegawai sehingga dapat diaplikasikan dalam beragam setting organisasi, termasuk pendidikan/sekolah.
Sulistiyani (2003: 223) mengemukakan pengertian kinerja seseorang adalah merupan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prastasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya (Anwar P Mangkunegara, 2000: 67). Sedangkan Grounlound (Nurochmah, 2000: 45) mengemukakan bahwa kinerja adalah penampilan perilaku kerja yang ditandai keluwesan gerak, ritme dan urutan kerja sesuai dengan prosedur sehingga diperoleh hasil yang memenuhi syarat kualitas, kecepatan dan jumlah. Adapun August W Smith (Nurochmah, 2000:45) menyatakan bahwa performansi atau kinerja adalah “ output derive processes, human or other wise”, kinerja merupakan hasil atau output dari proses, manusia atau yang lainnya.
Castetter (Dunda, 2005: 77) mengemukakan behwa terdapat beragai faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. Selanjutnya Castetter memandang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang dapat mengakibatkan tidak efektifnya kinerja seseorang yang meliputi:
a. Individunya sendiri, hal-hal yang berkenaan dengan kelemahan    intelektual, psikologis, fisiologis dan orientasi nilai.
b. organisasi, seperti sistem organisasi, kelompok-kelompok dalam organisasi dan iklim organisasi.
c. Lingkungan eksternal, merupakan sumber yang mengakibatkan kinerja tidak efektif seperti: keluarga tidak harmonis, kondisi ekonomi, politik, hokum, nilai-nilai sosial, perubahan teknologi dll.
Faktor-faktor di atas merupakan faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja mengajar guru.
Kinerja adalah prestasi yang dapat dicapai seseorang atau organisasi berdasarkan kriteria dan alat ukur tertentu. Parameter yang paling umum digunakan, menurut Drucker (Cucu Sumaryati, 2008: 5) adalah efektifitas, efisiensi, dan produktifitas.hal inisejalan dengan pandangan Sutermeister (1976) bahwa job performance (kinerja) sebagai human contributions to productivity. Lebih lanjut menurutnya ada tiga puluh dua variable dalam diri manusia yang berkontribusi pada produktivitas yang berarti kinerja merupakan faktor dominan dalam produktivitas suatu lembaga pendidikan, sedangkan menurut pendapat Stoner (1996) kinerja guru adalah “prestasi yang dapat ditunjukan oleh guru”. Ia merupakan hasil yang dapat dicapai dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya berdasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu yang tersedia.
Penelitian yang dilakukan oleh Aas Hasanah (2008) tentang “Produktivitas Manajemen Sekolah (Studi Kontribusi Perilaku Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Sekolah, dan Kinerja Guru terhadap Produktivitas Sekolah Menengah Perama di Kota Bandung)” ditemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan kepala sekolah, budaya sekolah dan kinerja guru secara simultan berkontribusi signifikan terhadap produktivitas sekolah sebesar 58,3% dan sisanya 41,7% ditentukan oleh variable lain.
Berbagai pendapat di atas, pada dasarnya mengemukakan substansi yang sama tentang kinerja mengajar bahwa kinerja mengajar adalah kemampuan seorang guru untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini tercermin pada kemampuan guru sehubungan dengan tugasnya pada proses pembelajaran melalui indikator a) merencanakan program belajar mengajar; b) pelaksanaan proses belajar mengajar; c) menilai/mengevaluasi hasil belajar (dikembangkan dari Permendiknas No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses). Kinerja guru merupakan prestasi atau pencapaian hasil kerja yang dicapai guru berdasarkan standar dan ukuran penilaian yang telah ditetapkan. Standar dan alat ukur tersebut merupakan indikator untuk menentukan apakah seorang guru berkinerja tinggi atau rendah. Berdasarkan sifat dan jenis pekerjaannya, standar tersebut berfungsi pula sebagai alat ukur  pertanggungjawaban.
Dalam konteks Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), penilaian kinerja mengajar guru diarahkan pada kriteria kinerja seseorang dalam memegang tanggung jawabnya dalam proses pembelajaran baik dalam merencanakan, proses pembelajaran maupun melakukan penilaian sehingga menghasilkan pekerjaan yang berkualitas. Schuler dan Jackson (1997: 11-12) mengemukakan tiga jenis kriteria dasar penilaian kinerja, yaitu:
1. Kriteria berdasarkan sifat. Kriteria ini menfokuskan pada  karakteristik pribadi seseorang karyawan.
2. Kriteria berdasarkan perilaku. Kriteria ini berfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria ini penting sekali dilaksanakan bagi pekerjaan yang berhubungan antar personil.
3. Kriteria berdasarkan hasil. Kriteria ini berfokus pada apa yang dihasilkan atau dicapai.
Dengan demikian kriteria dasar penilaian kinerja tersebut merupakan bahan dasar yang harus dimiliki pegawai/karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan kemampuan melaksanakan (kompetensi) pegawai dapat diperoleh melalui pendidikan. Berkenaan dengan kompetensi, Wijaya dan Rusyan (1992: 7-9) membagi kompetensi guru menjadi ke dalam tiga komponen, yaitu: kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Sedang menurut Peraturan Pemerintsh No. 74 Tahun 2008 tentang guru, pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa “ Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Seperti telah dikemukakan di atas bahwa istilah kinerja berasal kata job performance / actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Jadi menurut bahasa kinerja bisa diartikan sebagai prestasi yang Nampak sebagai bentuk keberhasilan kerja pada diri seseorang. Keberhasilan kinerja juga ditentukan dengan pekerjaan serta kemampuan seseorang pada bidang tersebut. Keberhasilan kinerja juga berkaitan dengan kepuasan kerja seseorang. Prestasi bukan berarti banyaknya kejuaraan yang diperoleh guru, tetapi suatu keberhasilan yang salah satunya Nampak dari suatu proses belajar mengajar. Untuk mencapai kinerja maksimal, guru harus berusaha mengembangkan seluruh kompetensi yang dimilikinya, tetapi juga harus memanfaatkannya serta menciptakan situasi yang ada di lingkungan sekolah sesuai dengan aturan yang berlaku. Kinerja mengajar adalah kinerja yang dilakukan oleh seorang guru yang mempunyai tugas profesional mengajar siswa didik untuk meningkatkan kemampuan akademisnya, kepribadian dan sosialnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia WJS Poerwodarminto, kinerja berarti sesuatu yang dicapai, prestasi diperlihatkan, kamanpuan kerja seseorang untuk melaksanakan tugasnya yang baik untuk menghasilkan hasil yang memuaskan, guna tercapainya tujuan sebuah organisasi atau kelompok dalam suatu unit kerja. Jadi kinerja guru merupakan hasil kerja, di mana para guru mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Ivor K Devies mengatakan bahwa seseorang mempunyai empat fungsi umum yang merupakan ciri pekerja seorang guru, adalah sebagai berikut:
a. merencanakan, pekerjaan seorang guru menyusun tujuan belajar
b. mengorganisasikan, pekerjaan seorang guru yaitu mengatur serta  menghubungkan sumber-sumber belajar sehingga dapat mewujudkan tujuan belajar dengan cara yang paling efektif, efisien, dan seekonomis mungkin.
c. memimpin, pekerjaan soerang guru untuk memotivasikan, mendorong, dan menstimulasi murid-muridnya, sehingga mereka siap mewujudkan tujuan belajar.
d. mengawasi, pekerjaan seorang guru untuk menentukan apakan fungsinya dalam mengorganisasikan dan memimpin di atas telah berhasil dalam mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan. Jika tujuan belum dapat diwujudkan, maka guru harus menilai dan mengatur kembali situasinya, tetapi tidak mengubah tujuan.
Dengan demikian dari beberapa paparan para ilmuwan tentang pengertian kinerja guru dapat penulis simpulkan bahawa kinerja adalah kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugasnya yang menghsilkan hasil yang memuaskan, guna tercapainya tujuan organisasi kelompok dalam suatu unit kerja. Kinerja guru dalam proses belajar mengajar adalah kemampuan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar (guru) yang memiliki keahlian mendidik anak didik dalam rangka pembinaan peserta didik untuk tercapainya institusi pendidikan.
2.4.2.  Tugas Pokok Guru dalam Kinerja Guru   
Guru berhadapan dengan siswa adalah pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Seorang guru harus memiliki kinerja yang baik terutama pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Guru diharapkan memiliki ilmu yang cukup sesuai bidangnya, pandai berkomunikasi, mengasuh dan menjadi inspirasi belajar yang baik bagi siswanya untuk tumbuh dan berkembang menjadi dewasa.
Menurut Sukadi, sebagai seorang profesional, guru harus memiliki lima tugas pokok, yaitu: merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan evaluasi pebelajaran, menindak lanjuti hasil pemblajaran, serta melakukan bimbingan dan konseling.
Adapun penjelasan dari kelima tugas pokok tersebut dapat diringkas menjadi tiga kegiatan, yaitu:
a. Merencanakan kegiatan pembelajaran
sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran, seorang guru dituntut membuat perencanaan pembelajaran. Fungsi perencanaan pemblajaran adalah untuk mempermudah guru dalam melaksanakan tugas selanjutnya, sehingga proses belajar mengajar akan benar-benar terencana dengan baik, efektif dan efisien.
                        Dalam praktek pengajaran di sekolah, terdapat beberapa bentuk persiapan pembelajaran, yaitu:
1. Analisis materi pelajaran
2. Program tahunan/program semester
3. Silabus pembelajaran
4. Rencana pelaksanaan pembelajaran
5. Program perbaikan dan pengayaan
Dalam membuat kelima perencanaan tersebut guru dapat berkumpul dengan rekan guru yang sama, atau satu rumpun di sekolahnya, atau melalui kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), baik di tingkat sekolah, kecamatan maupun di tingkat kabupaten
b. Melaksanakan kegiatan pembelajaran
   Setelah guru membuat rencana pembelajaran, maka tugas guru selanjutnya adalah melaksanakan pembelajaran yang merupakan salah satu aktivitas inti di sekolah. Guru harus menunjukkan penampilan terbaik di depan siswanya. Penjelasannya mudah dipahami, penguasaan keilmuannya benar, menguasai metodologi pengajaran, dan pengelola kelas sebagai pengendalian situasi siswa di kelas. Seorang guru juga harus bisa menjadi teman belajar yang baik bagi siswanya, sehingga siswa merasa senang dan termotivasi untuk belajar dengan baik bersama guru.
Menurut Sukadi, tugas guru dalam pengajaran harus mengoptimalkan bakat dan minat kemampuan para siswa. Untuk itu diperlukan ilmu didaktik metodik. Guru juga harus mampu menggunakan teknologi pembelajarna sehingga menarik bagi siswanya di kelas.
c. Mengevaluasi kegiatan pembelajaran
Langkah guru berikutnya adalah mengevaluasi hasil pembelajaran. Segala sesuatu yang terencana harus dievaluasi agar dapat diketahui apakah yang telah direncanakan realisasinya sudah memenuhi harapan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu dengan evaluasi guru dapat mengetahui apakah metode pengejaran yang direncanakan dan digunakan sudah tepat sasaran.
Jadi dalam melakukan kegiatan evaluasi, seorang guru harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu guru juga harus memperhatikan soal-soal evaluasi yang digunakan. Soal-soal yang digunakan hendaknya dapat mengukur kemampuan siswa sesuai yang direncanakan.
Suryo Subroto mengatakan bahwa guru harus mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi yang mencakup:
                        1. Melaksanakan tes,
            2. Mengelola hasil penilaian
3. Melaporkan hasil penilaian
4. Melaksanakan program remedial/perbaikan pengajaran
Dari gambaran penelitian di atas, dapat digambarkan sebagai alur pikir adalah sebagai berikut:
Gambar: II.1.
Alur Pikir Penelitian

Etos Kerja Guru
    a. Disiplin kerja
    b. sikap thd pekerjaan
    c. Kebiasaan bekerja
    d. Kerja Keras
    e. Dedikasi dan loyalitas
    f. Tanggung jawab
    g. Pemahaman kuat ttg
        pembelajaran




Kinerja  Guru
a. Merencanakan
    Pembelajaran
b. Melaksanakan
    Pembelajaran
c. Mengevaluasi /
    Penilaian

 


                                 Meningkatkan
 





Tujuan Pendidikan Suatu Sekolah Tercapai
                                                                     


2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Mengajar Guru
Menurut Imam Wahyudi (2012), bahwa Kinerja seseorang tidak timbul dengan sendirinya, tetapi dipengaruhi oleh beberapa factor.
 Ada beberapa karateristik biografik yang dapat mempengaruhi kinerja.
1. Umur, kinerja seseorang akan menurun dengan sendirinya, seiring dengan bertambahnya umur. Dalam kenyataannya kekuatan kerja seseorang akan menurun dengan bertambahnya usia.
2. Jenis kelamin, wanita lebih suka menyesuaikan diri dengan wewenang, sedangkan pria lebih agresif dalam mewujudkan  harapan dan keberhasilan.
3. Jabatan/Senioritas, kedudukan seseorang dalam organisasi akan dapat mempengaruhi kinerja yng dihasilkan, karena perbedaan jabatan akan membedakan jenis kebutuhan yang ingin mereka puaskan dalam pekerajan individu yang bersangkutan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain:
1. Sikap, meliputi keyakinan, perasaan dan perilaku yang cenderung kepada orang lain atau sesuatu.
2. Ketertiban kerja, yaitu tingkat di mana seseorang memilih berpartisipasi secara aktif dalam kinerja, menjadikan kerja sebagai pusat perhatian hidup dan memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang penting kepada penghargaan diri.
3. Perilaku yaitu tindakan seseorang dalam keadaan umum dan khusus.
4. Partisipasi yaitu tingkat di mana seseorang secara nyata ikut serta dalam kegiatan organisasi.
5. Penampilan yaitu tindakan individu yang membantu mencapai tujuan organisasi, termasuk kuantitas dan kualitas.
Sedang menurut Prawirosentono (1999) faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: Pertama, efektifitas dan efisiensi. Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa tercapai, kita boleh mengatakan bahwa dalam kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari dalam kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien. sebaliknya bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efisien.
Kedua, otoritas (wewenang). Arti otoritas menurut Bernard (dalam Prawirosentono) adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya). Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan dalam organisasi tersebut.
Ketiga, disiplin. Disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku, jadi disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi di mana dia bekerja.
Keempat, inisiatif yang berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi inisiatif adalah daya dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organ.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2. Pendekatan dan Jenis Penelitian              
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan, memahami, menjelaskan dan memperoleh gambaran tentang permasalahan Peran  Etos Kerja Guru dalam meningkatkan Kinerja  Guru melalui: pertama, pemusatan diri pada keadaan yang ada pada masa sekarang atau masalah aktual yang ada di  SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang; kedua, data yang dikumpulkan disusun dan kemudian dianalisis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan atau jenis penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dan kuantifity (pengukuran). Penelitian ini mendiskripsikan peristiwa, perilaku, orang atau suatu keadaan pada tempat di SMP Negeri se Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi. Sebagaimana disebutkan oleh Bogdan dan Taylor (2982), ada lima ciri pokok apabila akan menggunakan penelitian kualitatif, yaitu:
(1) Penelitian kualitatif mempunyai latar belakang alami dan peneliti berperan sebagai instrument inti.
(2) Penelitian kualitatif deskriptif mengingat data yang dikumpulkan lebih banyak berupa kata-kata dan gambar.
(3)  Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses
(4). Penelitian kualitatif cenderung menganalisis data secara induktif
(5) Pendekatan kualitatif lebih menekankan pada makna
Moleong (2020: 6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut: “Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah”.
Menurut Herdiansyah (2022: 9) berpendapat bahwa: Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.
Lebih lanjut Herdiansyah mengemukakan bahwa terdapat beberapa poin penting yang mendasari definisi tersebut di atas. Poin pertama adalah ilmiah yang berarti bahwa penelitian kualitatif dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya dan dapat dipercaya kesahihannya (validitas dan reliabilitasnya), dapat bersifat objektif sekaligus subjektif. Poin kedua adalah kenteks sosial yang berarti bahwa dalam penelitian kualitatif, fenomena yang diteliti merupakan satu kesatuan antara subjek dan lingkungan sosialnya. Tidak mungkin memisahkan antara subjek dengan lingkungan sosialnya karena keduanya saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Poin ketiga adalah alamiah yang berarti bahwa dalam melakukan penelitian kualitatif sangat tidak dibenarkan untuk mengubah ataupun memanipulasi latar ataupun konstruksi ranah penelitian. Biarkan ranah penelitian tersebut bersifat alami, apa adanya. Poin keempat adalah proses interaksi komunikasi antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Hal ini berarti bahwa antara peneliti dengan subjek yang diteliti harus terjalin hubungan yang baik dan kondusif. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak hanya berfungsi sebagai peneliti semata yang hanya menyebarkan kuesioner tanpa adanya hubungan yang baik dengan subjek penelitian dan lingkungan sosialnya.
Sejalan dengan itu Denzin dan Lincoln sebagaimana dikutip Herdiansyah (2022: 7) mengemukakan:
“qualitative research is multimethod ini focus, involving and interpretative naturalistic approach to its subject. This mean that qualitative researchers study things their natural setting, attempting to make sense of or interpret phenomena in thems of the meanings people bring to them. Qualitative research invotves the studied use and collection of a variety of empirical-case study, personal experience introspective, life story, interview, observational. Historical, enteractional, and visual texs-that describe routine and problematic moments and meaning in individual lives”.
        Menurut Denzin dan Lincoln, penelitian kualitatif lebih ditujukan untuk mencapai pemahaman mendalam mengenai organisasi atau peristiwa khusus dari pada mendeskripsikan bagian permukaan dari sampel besar dari sebuah populasi. Penelitian ini juga bertujuan untuk menyediakan penjelasan tersirat  mengenai struktur, tatanan, dan pola yang luas yang terdapat dalam suatu kelompok partisipan. Penelitian kualitatif juga disebut etno-metodologi atau penelitian lapangan. Penelitian ini juga menghasilkan data mengenai kelompok manusia dalan latar atau latar sosial
 Strategi pendekatan atau jenis penelitian kualitatif yang  digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan naturalistik (Lincoln dan Guba, 2985; Lee:2999) yaitu bahwa:
(1) Penelitian dapat dilaksanakan dengan kondisi alamiahnya;
(2) Data yang dikumpulkan adalah berdasarkan perspektif yang diteliti;
(3) Desain penelitiannya bersifat fleksibel karena berdasarkan prinsip
     reflexive;             
(4) Tidak ada standar dalam hal alat, metode observasi, maupun cara
      menanalisis.
 Penelitian kualitatif menurut Strauss dan Corbin (2003), merupakan jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Penelitian naturalistic merupakan penelitian yang sumber datanya diperoleh dari situasi wajar (natural setting) atau tanpa adanya manipulasi.
Melalui pendekatan naturalistik, peneliti dapat mengetahui tanggapan dan persepsi dari berbagai kalangan, seperti terhadap para aktor kebijakan pada badan instansi yang relevan, guru dan karyawan yang berada di SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.

3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di SMP Negeri se Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang. Ada 5 SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang, yaitu:
1. SMP Negeri 1 Randudongkal di Desa Randudongkal,
2. SMP Negeri 2 Randudongkal di Desa Kalimas,
3. SMP Negeri 3 Randudongkal di Desa Gembyang,
4. SMP Negeri 4 Randudongkal di Dukuh Kademangan, Desa Semingkir,  
5. SMP Negeri 5 Randudongka di Desa Semaya.
Dipilihnya lokasi ini sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan utama sebagai berikut:
a. Adanya fenomena melemahnya etos kerja guru selama beberapa tahun terakhir di SMP Negeri se Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang, namun masih ada juga konsistensi yang baik di salah satu SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal.  Juga ada yang memunculkan isu tentang etos kerja yang berakibat melemahnya kinerja guru di Sekolah Menengah Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang
b.. Adanya fenomena disharmonisasi antara komunitas guru dengan kepala sekolah, yang menyebabkan melemahnya etos kerja guru dalam kinerja mengajar guru.
c. Setelah penelitian, diharapkan ada solusi yang dapat menjembatani masalah-masalah yang muncul di sekolah yang menyangkut tentang etos kerja guru yang berakibat melemahnya kinerja guru dalam menjalankan tugasnya setelah mengetahui faktor penunjang dan penghambat etos kerja guru dalam meningkatkan kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
3.3. Fokus Penelitian
Penentuan fokus penelitian mempunyai dua tujuan, pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi. Jadi dalam hal ini fokus akan dibatasi bidang inkuiri. Kedua, penetapan fokus itu bertujuan untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau kriteria masuk-keluar (inclusion-exslusion criteria) suatu informasi yang baru diperoleh di lapangan (Moleong, 2020). Hal demikian diperlukan karena ada kalanya ketika berada di lapangan peneliti memperoleh data yang cukup bagus, tentu saja data tersebut tidak berarti dan tidak perlu diperhatikan.
Lebih lanjut Moleong(2000) mengemukakan bahwa fokus penelitian sangat penting peranannya dalam penelitian. Dengan arahan fokus penelitian, peneliti dapat mengetahui secara pasti data mana yang dibutuhkan dan perlu diupayakan pengumpulannya. Berkenaan dengan itulah fokus dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kondisi nyata etos kerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang, dengan indikator:
a. Disiplin Kerja
     Jam berapa guru datang ke sekolah, jam berapa guru mengawali pekerjaan, apakah guru dalam mengajar tepat waktu dari kedatangannya di kelas, dan keluar dari kelas,
b. Sikap terhadap pekerjaan,
     Guru mempunyai mainset yang positif terhadap tugasnya sebagai pendidik, menghargai pekerjaannya sendiri, dengan senang hati melakukan pekerjaan tanpa ada keterpaksaan.
     c.  kebiasaan-kebiasaan kerja,
     Guru dalam melaksanakan pekerjaan mempunyai kebiasaan yang baik, dengan berdoa, tidak meninggalkan pekerjaan di tengah pekerjaan, atau kebiasaan yang lain yang dapat menggugah siswa secara inspiratif dalam melakukan belajar dengan baik.
     d. kerja keras,
     Dalam menjalankan tugasnya guru bekerja dengan baik, tidak memperdulikan hal-hal yang membuat dirinya melemah dalam melakukan pekerjaannya
     e. dedikasi dan loyalitas,
     tidak mudah surut semangatnya dalam menjalankan tugas, walaupun kondisi fisik, umur, kesehatan dalam kondisi yang tidak mendukung.
     f. tanggung jawab, dan
     setiap pekerjaan yang dibebankan kepada guru sesuai bidang tugaswnya akan selesai dengan baik sesuai target yang telah direncanakan
     g. mempunyai pemahaman yang kuat tentang pembelajaran.
     Dalam melaksanakan tugasnya memahami pekerjaannya, dengan mengetahui hal-hal apa yang harus direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi, ditindaklanjuti dan dilakukan pembimbingan
2. Faktor yang mendukung dan menghambat etos kerja guru
3. Peran otos kerja dalam meningkatkan Kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal yang meliputi :
a. Bagaimanakah guru merencanakan pembelajaran apakah semua guru melakukan perencanaan dalam pembelajaran secara maksimal,   
b. Pelaksanaan pembelajaran di kelas yang diharapkan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan, dapat mengelola kelas dengan baik, dapat menerapkan pembelajaran sesuai rencana pembelajaran yang telah disusun dan diketahui oleh kepala sekolah,
c. Pelaksanaan penilaian terhadap peserta didik secara maksimal,
d. Menindaklanjuti penilaian dengan mengolah nilai siswa dengan benar sesuai dengan kesepakatan sekolah,
e. Melakukan pembimbingan kepada peserta didik yang memerlukan demi kemajuan siswa itu sendiri.  
3.4. Instrumen Penelitian
Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Herdiansyah (2022: 22) bahwa: “salah satu fungsi utama peneliti ketika melakukan suatu penelitian kualitatif adalah berperan sebagai instrument dalam penelitian yang dilakukannya”
Di samping itu penelitian kualitatif memiliki adaptabilitas yang tinggi sehingga dapat menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah-ubah yang dihadapi dalam penelitian. Ia senantiasa dapat memperluas data yang lebih terinci menurut keinginan peneliti.
Lebih lanjut Herdiansyah mengemukakan, peneliti sebagai instrument peneliti utama ada tujuh syarat untuk menjadi peneliti yang baik. Ketujuh syarat tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Brain, kemampuan penalaran yang memadai, kreativitas yang mumpuni, logis, kemampuan mengnalisis dan sintetis yang matang.
b. Ability, tekhnik meneliti yang didasari oleh pemahaman metodologi yang memadai. Syarat kedua ini ibarat pisau, semakin sering digunakan semakin tajam.
c. Bravery atau keberanian, baik keberanian memasuki kancah riset maupun keberanian menanggung segala resiko yang mungkin terjadi. Bravery ini berhubungan dengan kemampuan ketika kita bellajar mengatasi situasi-situasi yang menekan, termasuk resiko dicemooh oleh orang yang menganggap rendah riset yang dilakukan beserta penelitiannya.
d. Honesty, bagi seorang peneliti, kejujuran ilmiah hukumnya wajib. Pembuktian mengenai hasil riset akan tampak pada reliabilitas hasil riset. Segala hasil penelitian meskipun tidak sesuai, tidak cukup spektakuler, ataupun bertenangan dengan keyakinan dan norma, hal tersebut harus dijelaskan apa adanya dan dengan sejujur-jujurnya secara ilmiah keilmuah.
e. Ethics, menjunjung tinggi kode etik agar tidak salah melangkah dalam melakukan riset dan melaporkan hasilnya pada masyarakat.
f. Relationship, membina hubungan adalah syarat penting bagi seorang peneliti.
g. Tidak Hedonis, artinya tidak melakukan riset hanya untuk kepentingan si peneliti semata yang ketika tujuan tercapaim daerah riset ditinggal begitu saja.
3.5. Sumber Penelitian
Berdasarkan pada fokus penelitian, maka sumber data dalam penelitian ini adalah: informan; untuk menentukan informan dalam penelitian ini dipertimbangkan latar belakang, pelaku, peristiwa dan proses sesuai dengan kerangka dan perumusan masalah (Miles dan Huberman, 2984; Sugiono, 2993; Moleong, 2000). Karena informasi sejak awal telah ditentukan (purposive sampling) dengan asumsi memiliki informasi yang dibutuhkan.
Berdasarkan hal tersebut, maka informan dalam penelitian ini adalah informan yang secara langsung terlibat dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di SMP Negeri se KecamatanRandudongkal Kabupaten Pemalang, yaitu:
(1) Kepala Sekolah,
(2) Wakil Kepala Sekolah urusan kurikulum
(3) guru senior
(5) Guru wiyata bhakti
(6) Siswa, dan
(8) Orang Tua / Wali murid                                                                        
Di samping itu, guna memberikan rasa aman dan menumbuhkan kepercayaan informan terhadap peneliti sehingga data yang diberikan dapat optimal serta untuk menghindari dampak sosial yang mungkin ditimbulkan, maka identitas informan dalam penelitian disamarkan dengan hanya menggunakan inisial. Dokumen yang relevan dengan masalah atau fokus penelitian, yaitu:
1. Hasil wawancara
2. Foto tentang dan kinerja guru
Peristiwa: merupakan kejadian-kejadian atau fenomena dan noumena (nilai yang tersembunyi) yang terjadi di situs penelitian yang memiliki hubungan dan mampu menjelaskan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap fokus yang diteliti. Hanya peristiwa-peristiwa yang memiliki hubungan dengan fokus penelitian yang dicermati secara seksama dan cermat berkenaan dengan makna yang terkandung di dalamnya, khususnya berkait dengan aktivitas terarah tujuan, tindakan saat menghadapi rintangan dan aktivitas dari guru serta segala unsur di SMP Negeri di KecamatanRandudongkal Kabupaten Pemalang, dalam segala proses kegiatan belajar mengajar yang berlansung di SMP Negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang.
3.6. Pengumpulan Data
Berdasarkan pada jenis dan sumber data yang diperlukan, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
3.6.2. Observasi (Observation)
            Observasi, yaitu data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap fenomena dan noumena yang relevan dengan fokus penelitian di situs penelitian. Penekanan observasi lebih pada upaya mengungkap makna-makna yang terkandung dari berbagai aktivitas tujuan dari Kepala Sekolah, guru dan karyawan di SMP Negeri di KecamatanRandudongkal Kabupaten Pemalang di setiap tahapan proses kegiatan di sekolah. Dan hasil observasi tersebut dimasukan dan dicatat dalam buku catatan yang selanjutnya dilakukan pemilihan sesuai kateogri yang ada dalam fokus penelitian.
3.6.2. Wawancara (interview)
Teknik wawancara secara umum seringkali digunakan oleh peneliti yang menggunakan metode penelitian kualitatif (qualitative approach). Interview dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak mungkin diperoleh lewat observasi. Teknik interview ini paling tepat digunakan pada saat peneliti ingin mengatahui secara lebih objektif dan terlibat secara langsung terhadap guru SMP negeri di Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang mengenai bagaimana kondisi nyata etos kerja guru dan kinerja guru, peran etos guru dalam meningkatkan kinerja guru, faktor penghambat dan penunjang etos kerja guru, 
                           Lebih lanjut melalui wawancara menurut Alwasilah (2002: 254) bahwa peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam (in-dept information) karena beberapa hal, antara lain:
(2  Peneliti dapat menjelaskan atau memparafrase pertanyaan yang tidak dimengerti responden.
(2) Peneliti dapat mengajukan pertanyaan susulan (follow-up questions)
(3) Responden cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan
(4) Responden dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan di masa mendatang
        Seperti yang diteorikan di atas bahwa melalui interview ini dapat terungkap fenomena-fenomena yang berkembang di masa silam, yang dijadikan perbandingan oleh peneliti dengan fenomena yang tengah berkembang saat ini pada fokus penelitian. Hal-hal yang menjadi materi dalam proses wawancara adalah terutama yang terkait dengan peran kepemimpinan dan etos kerja guru dalam kinerja mengajar guru di SMP Negeri di KecamatanRandudongkal Kabupaten Pemalang.
Akan tetapi dalam hal ini peneliti juga akan tetap melihat sisi kelemahan teknik interview ini sebagai pengontrol dalam menganalisis data, dimana kelemahan interview seperti yang diungkapkan Alwasilah (2002: 254) adalah informan bisa saja tidak jujur atau enggan berterus terang untuk menjawab sesuatu yang sensitive atau mengancam dirinya. Dan kelemahan-kelemahan interview ini nantinya akan dinetralisir oleh metode lainnya yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan:
(1) Kepala Sekolah,
(2) Wakil Kepala Sekolah urusan kurikulum
(3) guru senior
(5) Guru wiyata bhakti
(6) Siswa, dan
(8) Orang Tua / Wali murid
Wawancara secara mendalam ini dimaksudkan untuk menentukan inti sari dari penelitian, hal ini sejalan dengan pendapat Patton (2983) bahwa wawancara dimaksudkan adalah untuk mendapatkan dan menemukan apa yang terdapat di dalam pikiran orang lain.
Dalam penentuan informan untuk diwawancarai, peneliti menggunakan teknik purposive sampling, yaitu penentuan informan berdasarkan tujuan tertentu (Lincoln & Guba, 2984) dengan menggunakan seleksi berdasarkan kritetia tertentu, serta jumlah informan yang ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu didasarkan pada penguasaan informasi dan data yang diperlukan. Tujuan memperoleh variasi sebanyak-banyaknya hanya dapat dicapai apabila pemilihan satuan sampel dilakukan jika satuan sebelumnya sudah dijaring dan dianalisis; setiap satuan berikutnya dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau diisi dengan kesenjangan informasi yang ditemui.
Bentuk wawancara yang digunakan dalam penelitian ini bertipe open-ended, dimana peneliti bertanya kepada informan tentang fakta-fakta suatu peristiwa disamping opini mereka mengenai peristiwa yang ada (Yin, 2004). Tipe wawancara ini umum digunakan pada penelitian kualitatif, dengan teknik wawancara tidak terstandar (unstandarized interview) yang dilakukan tanpa menyusun suatu daftar pertanyaan yang ketat yang dikembangkan ke dalam dua teknik yaitu:
(2) wawancara tidak terstruktur,
(2) wawancara terstruktur
Masing-masing bentuk wawancara ini memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri. Dilakukannya wawancara tidak terstruktur karena memiliki kelebihan yaitu dapat dilakukan secara lebih pribadi (personal approach) dan lebih luwes sehingga peneliti akan memperoleh informasi objektif. Ketika wawancara tidak terstruktur dilakukan maka peneliti mencatat responitas informan. Wawancara dilakukan dengan lebih bebas dan lebih bersifat obrolan biasa (non formal) sehingga Nampak rileks,
Dalam menampilkan hasil wawancara, untuk identitas informan digunakan inisial guna menjaga kerahasiaan identitas informan yang tidak ingin disebutkan identitas namanya secara langsung.
            3.6.3. Dokumentasi (Documentation)
     Metode ini digunakan secara bergantian dan terpadu dalam proses pelaksanaannya tanpa terikat pada mana terlebih dahulu digunakan, serta tidak mengabaikan terhadap peristiwa-peristiwa tertentu yang terjadi secara spontas di situs penelitian, yang dapat memperjelas fenomena dan nounmena yang menjadi fokus penelitian. Selain itu, berbagai data yang diperoleh asesmen juga dikumpulkan dan digabungkan dengan data yang diperoleh sendiri dengan terlebih dahulu dilakukan recheck guna mencegah bias atas makna data sesungguhnya. Intinya setiap fenomena dan noumena yang berkembang di situs penelitian dan sesuai dengan fokus penelitian berkenaan dengan peran etos kerja guru dalam meningkatkan kinerja guru SMP Negeri di KecamatanRandudongkal Kabupaten Pemalang diamati, direkam dan ditatat secara cermat.
Data yang dibutuhkan diambil dengan cara memilih dan mengkaji berbagai dokumen yang mampu menjelaskan hal-hal berkaitan dengan fokus penelitian yang telah disusun. Dalam penelitian ini dipergunakan sumber dokumen utama berupa data guru baik PNS maupun Non PNS, lembar wawancara dengan informan sebagai pembanding, Perencanaan Strategis Sekolah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS).

3.7. Analisis Data
Analisis data ini bertujuan untuk mencari dan data secara sistematis dati hasil rekaman atau catatan wawancara, observasi dan dokumentasi yang telah dilakukan. Proses analisis data dalam penelitian ini mengadopsi pemikiran Miles dan Huberman (2984), dasarnya meliputi tiga alur kegiatan setelah proses pengumpulan data, yakni: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Namun, analisis data tidak dilakukan secara parsial dan berdiri sendiri tetapi dilakukan secara terus menerus dan terintegrasi selama dan setelah proses pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian, dengan langkah-langkah, sebagai berikut:
Gambar III. 2 Componens of Data Analysis: Interaktive Model
 




Conclufions Drawing / Verifying
 

Data Reductian
 
                                                                                                                                                    
    

Sumber: Miles dan Huberman (2984).
3.7.2. Reduksi Data (Data Reduction)
Analisis data dimulai beriringan dengan proses pengumpulan data dilanjutkan dengan pengkajian dan penilaian data dengan tetap memperlihatkan prinsip keabsahan data, dalam rangka memperoleh data yang benar-benar berguna bagi penelitian. Di sini data yang telah dikumpulkan direduksi dengan melakukan penyederhanaan pengabstrakan, pemilahan dan pemetaan (persamaan dan perbedaan) sesuai dengan fokus penelitian secara sistematis dan integral. Reduksi data ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung hingga sampai pada penarikan suatu kesimpulan.
            3.7.2. Penyajian Data (Data Display)
Penyajian data dimaksud menampilkan berbagai data yang telah diperoleh sebagai sebuah informasi yang lebih sederhana, selektif dan memudahkan untuk memaknainya. Penyajian data dalam penelitian ini disusun secara naratif, bentuk table dan gambar, yang dibuat setelah pengumpulan dan reduksi data dengan didasarkan pada kontek dan teori yang telah dibangun untuk mengungkapkan fenomena dan noumena yang terjadi sesuai dengan fokus penelitian.
            3.7.3. Penarikan Kesimpulan (Conclutions Drawing)
Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari rangkaian data setelah sebelumnya dilakukan reduksi dan penyajian data, yang menjelaskan alur sebab akibat suatu fenomena dan noumena terjadi. Dalam proses ini selalu disertai dengan upaya verifikasi (pemikiran kembali), sehingga disaat ditemukan ketidaksesuaian antara fenomena, noumena, data, dengan konsep dan teori yang dibangun, maka peneliti kembali melakukan pengumpulan data, atau reduksi data atau perbaikan dalam penyajian data kembali, sehingga dapat diperoleh kesimpulan yang benar-benar utuh. Dalam penarikan kesimpulan peneliti menggunakan teori yang dipakai sebagai kerangka pikir penelitian.
3.8. Keabsahan Data
 Penelitian kualitatif harus memenuhi keabsahan data (Lincoln dan Guba, 2985). Oleh karena itu penelitian ini menggunakan kriteria, yakni:
3.8.2. Derajat Kepercayaan (Credibility)
Penerapan kriteria derajat kepercayaan dimaksud sebagai pengganti konsep validitas internal dari penelitian non kualitatif. Untuk mencapai derajat kepercayaan dimaksud, maka proses analisis data (pengumpulan, reduksi, penyajian dan kesimpulan) selalu dilandasi, pada:
(2) Peneliti melakukan penelitian dalam kurun waktu 2 bulan bahkan setelah itu  juga terjun kembali ke lokasi penelitian guna melengkapi data yang kurang. Kurun waktu tersebut cukup memadai untuk menangkap berbagai hal guna menjawab berbagai permasalahan dalam penelitian ini. Selain itu, proses observasi dilakukan secara cermat, tekun dan terus menerus di SMP Negeri di KecamatanRandudongkal Kabupaten Pemalang.
(2) Kecukupan Referensi. Data yang telah dikumpulkan dan menjadi arsip merupakan badan referensi yang digunakan untuk mengecek apakah analisis atau kesimpulan yang diambil sudah tepat. Bila antara data dengan kesimpulan sudah cocok, maka dapat diartikan kesimpulan tersebut kredibel.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  
(3) Member Chec. Dalam penelitian ini untuk menjamin kredibilitas data yang dikumpulkan dilakukan recheck terhadap berbagai data, kategori analisis, penafsiran dan kesimpulan yang diperolehnya di lokasi penelitian. Pengecekan ini dilakukan secara rutin dan tidak selalu dilakukan secara formal tetapi juga informal, sehingga makna dan data yang muncul di lokasi penelitian benar-benar ditangkap secara obyektif. Di samping itu, untuk menghindari bias dalam pengumpulan data yang tidak memiliki kepentingan dengan proses kegiatan belajar dan mengajar di SMP Negeri di KecamatanRandudongkal Kabupaten Pemalang.
(4) Analisis Kasus Negatif. Teknik analisis kasus negatif ini dilakukan untuk mengungkap keraguan berkenaan dengan kesimpulan akibat berbagai informasi yang telah dikumpulkan dan dipergunakan sebagai pembanding. Proses ini dilakukan secara terus menerus dengan selalu memperhitungkan kasus negatif yang ditemui di lapangan.
(5) Triangulasi. Dalam penelitian ini ada 3 jenis triangulasi yang digunakan, yaitu: pertama triangulasi metode, cross check dengan menggunakan metode pengumpulan data yang lain atau berbeda; kedua, triangulasi sumber, cross check terhadap para informan dan dokumen yang ditemukan; ketiga, triangulasi teori, penggunaan beberapa perspektif teori untuk menjelaskan fenomena dan noumena yang diteliti.
(6) Diskusi Teman Sejawat. Hal ini dilakukan untuk meminta saran dan kritik dari teman sejawat, berkenaan dengan rancangan dan selama proses penelitian, deskripsi, analisis dan interpretasi data yang ditemukan, termasuk terhadap kesimpulan sementara yang dibuat peneliti.
            3.8.2. Keteralihan (Transferability)
Keteralihan merupakan upaya membangun persamaan persepsi antara Peneliti dengan Pembaca atau Penggunga. Namun, dalam penelitian kualitatif, keteralihan sangatlah bergantung pada pembaca atau pengguna, yakni: hingga manakah hasil penelitian ini dapat digunakan dalam konteks dan situasi tertentu (Moleong: 2000). Oleh karena itu, dalam kerangka penelitian dan penampilan hasil penelitian, Peneliti mendeskripsikan kejadian empiris dan informasi informan secara panjang lebar dengan item-item yang detail, dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan konsep dan teori yang telah dibangun, dengan harapan dapat diterapkan di situs lain dengan karateristik permasalahan dan kondisi lingkungan yang relative sama. Meskipun pada dasarnya tidak terdapat dua situs yang secara sempurna sama, namun prisnsip ini berlaku apabila ada kesamaan dalam karateristik permasalahan dan kondisi lingkungan yang dihadapi.
            3.8.3. Ketergantungan (Dependability)
Ketergantungan dalam istilah konvensional disebut dengan reliabilitas, yang merupakan syarat bagi validitas. Oleh karena itu, untuk memenuhi Kriteria ini seluruh langkah-langkah dalam membangun kerangka pikir penelitian, rancangan penelitian, hasil deskripsi-analisis dan interpretasidata diuji ulang melalui proses pemeriksaan yang lebih cermat dan teliti.
            3.8.4. Kepastian (Confirmability)
Kriteria kepastian dalam penelitian ini dimaksudkan hasil penelitian tidak bias atau menyimpang dari realita yang ada, rumusan masalah dan tujuan penelitian. Untuk menjamin kepastian menggunakan perekaman pada pelacakan data pada penelusuran atau pelacakan (audit trail). Untuk memenuhi penulusuran atau pelacakan audit ini, Peneliti akan menyiapkan bahan yang diperlukan seperti data bahan, hasil analisis, dan catatan tentang proses penyelenggaraan penelitian. Untuk menjamin kualitas penelitian ini selain dilakukan oleh auditor internal juga dilakukan oleh auditor eksternal. Sementara itu, kriteria kepastian berasal dari konsep objektif menurut penelitian nonkualitatif. Jika penelitian kuantitatif menekankan pada “data”, terapi pada penelitian yang memakai metode kualitatif menekankan “orang”, bukan pada datanya,
Pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor agar data yang didapatkan dalam penelitian benar-benar data yang dibutuhkan dan sesuai dengan permasalahan dan fokus penelitian. Strauss dan Corbin (2980), menyebutkan beberapa langkah kegiatan yang dimaksudkan sebagai berikut:
(2) Auditor perlu memastikan apakah hasil penemuan tersebut benar-benar berasal dari data.
(2) Auditor berusaha membuat keputusan apakan secara logis simpulan itu ditarik dan berasa dari data.
(3) Auditor melakukan penilaian terhadap derajat ketelitian, apa ada kesalahan dan penyimpangan.
        Auditor berupaya menelaah kegiatan penelitian dalam melaksanakan pemeriksaan keabsahan data, apakah dilakukan secara memadai.
                
  
Tag : SKRIPSI
0 Komentar untuk " TESIS PERAN ETOS KERJA GURU DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU "

Back To Top