Aliran
Rekonstruksionisme dalam pandangan filsafat pendidikan Islam
Makalah
Disusun dan Disampaikan guna melengkapi tugas
Mata Kuliah :Filsafat
Pendidikan Islam
Dosen Pengampu
Dr.
Muhlisin, M.Ag
oleh :
ABDUL HARIS
2052113076
PROGRAM PASCASARJANA STAIN PEKALONGAN JURUSAN PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
Aliran Rekonstruksionisme dalam pandangan filsafat
pendidikan Islam
I.
PENDAHULUAN
Dalam filsafat modern dikenal beberapa aliran-aliran diantaranya aliran
rekontrusionisme di zaman modern ini banyak menimbulkan krisis di berbagai
bidang kehidupan manusia terutama dalam bidang pendidikan dimana keadaan
sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Untuk mengatasi krisis kehidupan modern tersebut aliran rekonstrusionisme
menempuhnya dengan jalan berupaya membina konsensus yang paling luas dan
mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu pada aliran rekonstruksionisme ini, peradaban manusia masa
depan sangat di tekankan. di samping itu aliran rekonstruksionisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sebagainya.
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia
menuju kedewasaan, baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan
fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba di hadapan Khaliq-nya dan
juga sebagai Khalifatu fil ardh (pemelihara) pada alam semesta ini. Dengan
demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan generasi penerus
(peserta didik) dengan kemampuan dan keahliannya (skill) yang diperlukan agar
memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah lingkungan masyarakat.
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar
bisa diaktualisasikan dan diaplikasikan tepatnya pada zaman kejayaan Islam,
yang mana itu semua adalah sebuah proses dari sekian lama kaum muslimin
berkecimpung dalam naungan ilmu-ilmu ke-Islaman yang bersumber dari Quran dan
Sunnah. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu
membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan
sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang jazirah Arab, Afrika, Asia Barat
hingga Eropa timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang
memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban
dan kebudayaan Islam pada masa ke-emasan sepanjang abad pertengahan, di mana
kebudayaan dan peradaban Islam berhasil memberikan Iluminatif (pencerahan)
jazirah Arab, Afrika, Asia Barat dan Eropa Timur, hal ini merupakan bukti
sejarah yang tidak terbantahkan bahwa peradaban Islam tidak dapat lepas dari
peran serta adanya sistem pendidikan yang berbasis Kurikulum Samawi.
Saat ini dirasakan ada keprihatinan yang sangat mendalam tentang dikotomi
ilmu agama dengan ilmu umum. Kita mengenal dan meyakini adanya sistem
pendidikan agama dalam hal ini pendidikan Islam dan sistem pendidikan umum.
Kedua sistem tersebut lebih dikenal dengan pendidikan tradisional untuk yang
pertama dan pendidikan modern untuk yang kedua.
Seiring dengan itu berbagai istilah yang kurang sedap pun hadir ke
permukaan, misalnya, adanya fakultas agama dan fakultas umum, sekolah agama dan
sekolah umum. Bahkan dikotomi itu menghasilkan kesan bahwa pendidikan agama
berjalan tanpa dukungan IPTEK, dan sebaliknya pendidikan umum hadir tanpa
sentuhan agama.
Usaha untuk mencari paradigma baru pendidikan Islam tidak akan pernah
berhenti sesuai dengan zaman yang terus berubah dan berkembang. Meskipun
demikian tidak berarti bahwa pemikiran untuk mencari paradigma baru pendidikan
itu bersifat reaktif dan defensive, yaitu menjawab dan membela kebenaran
setelah adanya tantangan. Upaya mencari paradigma baru, selain harus mampu
membuat konsep yang mengandung nilai-nilai dasar dan strategis yang a-produktif
dan antisipatif, mendahului perkembangan masalah yang akan hadir di masa
mendatang, juga harus mampu mempertahankan nilai-nilai dasar yang benar-benar
diyakini untuk terus dipelihara dan dikembangkan.[1]
Makalah ini berjudul Rekonstruksi Pendidikan Islam di Indonesia “Paradigma baru
dan Rekonstruksi Pendidikan Islam di Era Modern”.
II.
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Aliran Rekontruksionisme
Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun
1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat yang pantas dan adil.[2]
Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas
suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.[3]
Selain itu, mazhab ini
juga berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan
kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena
itu pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis.
Alasan mengapa
rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresif hanya memikirkan
dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang
ini.Dalam aliran rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan
memperbaharui kurikulum lama.
Progresivisme
pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang studi.ini berkelanjutan pada
pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru harus menyadarkan sipendidik terhadap
masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik
memiliki kemampuan memecahkan masalah tersebut.[4]
B. Pengertian
Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme
berasal dari bahasa inggris Reconstructyang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan,aliran
rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran
perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad
Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan,
dan kesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama
dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi
dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan
kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara
tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road
culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran
rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus
yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat
manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari
kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka, proses dan lembaga
pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut
diperlukan kerja sama antarumat manusia.[5]
Aliran rekonstuksionisme bercita-cita uutuk mewujudkan dan
melaksanakan sinthesa atau perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan
teknologi modern dan seni modern didalam suatu kebudayaan yang dibina bersama
oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia.[6]
Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu dunia baru, dengan
kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam control mayoritas umat
manusia.Dengan kata lain perkataan aliran rekonstruksionalisme
adalah aliran yang menghendaki agar anak didiknya dapat dibandingkan
kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh
dari ilmu pengetahuaan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak
didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[7]
Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme
bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan nasional berada
dalam pengayoman atau subordinate dari kedaulatan dan otoritas internasional.[8]
C. Tokoh-tokoh
Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat
Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan Harold Rugg pada 1930.
Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang dipandang pantas
dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh pemikiran progresif
Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran Rekonstruksionisme memiliki landasan
filsafat pragmatism. Meskipun mereka banyak
terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya dengan beberapa karya
filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of Educational Philosophy (1950),
Toward recunstucted Philosophy of Education (1956), dan Education of power
(1965).[9]
D. Prinsip-Prinsip Aliran
Rekonstruksionisme
1. Masyarakat dunia sedang dalam
kondisi Krisis, jika praktik- praktik yang
ada sekarang tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal
ini akan mengalami kehancuran.
Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas,
kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan, poliferasi nuklir,
rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan teknologi yang ‘sembrono’
dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita sekarang dan akan
memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera mungkin. Persoalan-persoalan
tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan seiring dengan tantangan
totalitarisme modern, yakni hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat
luas dan meningkatnya kedunguan fungsional penduduk dunia. Singkatnya, dunia
sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala
yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut sudah sedemikian
beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
2. Solusi efektif satu-satunya bagi
pesoalan- pesoalan dunia kita adalah penciptaan social yang
menjagat.
Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia
yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber
daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di
samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang
didera kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita
sedang berupaya hidup di ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan
mentalitas politik yang dianut di era kuda dan andong.Menurut
rekonstruksionisme, umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang
mana kemampuan teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material
semua orang. Dalam masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena
komunitas internasional secara bersama-sama bergelut dari kesibukan
menghasilkan dan mengupayakan kekayaan material menuju ke tingkat dimana
kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap paling penting. Dunia semasa itu,
orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi manusia yang lebih baik (secara
material) sebagai tujuan akhir.
3. Pendidikan formal dapat menjadi agen
utama dalam rekonstruksi tatanan sosial.
Sekolah-sekolah yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut
rekonstruksionisme hanya akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial,
dan ekonomi yang sekarang ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus
mengubah secara mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi baru.
Tugas mengubah peran pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia
sekarang mempunyai kemampuan memusnahkan diri.Kalangan rekontruksionis di satu
sisi tidak memandang sekolah sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan
perubahan sosial seorang diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai
agen kekuatan utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia
menyantuni anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan
demikian, ia dapat menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial
dan agitator utama perubahan sosial.
4. Metode-metode
pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip
demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘ asali’ jumlah
mayoritas untuk merenungkan dan menewarkan
solusi yang paling valid bagi persoalan –persoalan umat
manusia.
Dalam pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah sistem
politik yang terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis
perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada
kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan
ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld menggunakan istilah pemihakan defensif untuk mengungkapkan posisi
(pendapat) guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler yang
kontroversial. Dalam menyikapi ini, guru membolehkan uji pembuktian terbuka yang
setuju dan yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan
pendapat-pendapat alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan
menyembunyikan pendirian-pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan
mempertahankan pemihakannya secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya
agar pendirian-pendiriannya diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya
telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu
sedemikian clear-cut (jelas-tegas) sehingga sebagian besar akan setuju terhadap
persoalan-persoalan dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis
diizinkan.
5. Jika pendidkan formal
adalah bagian yang tak terpisahkan dari solusi
social dalam krisis dunia sekarang , maka ia
harus secara aktif mengerjakan perubahan social.[10]
E. Pandangan rekonstruskionisme dan penerapannya
dibidang pendidikan
Pandangan aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan
yaitu pertama kita harus mengetahui pengertian dari filsafat.Yang mana filsafat
merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Menurut
pendapat Runes (1971:235), bahwa filsafat adalah keterangan rasional tentang
sesuatu yang merupakan prinsip umum yang kenyataannya dapat dijelaskan dengan
membedakan pengetahuan rasional dan pengetahuan empiris (sains).
Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar
bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga
negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang didinginkan dan
diwariskan.Aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran perenialisme
dalam tindakan mengatasi kririsis kehidupan moderen.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[11]
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[11]
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa
merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan
bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang
sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat
diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan
kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat
tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan
masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika
merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua
macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua
macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan
azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam.
Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit
menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir
dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan
bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita
sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab
utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai
penggerak sesuatu tanpa gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama
sekalisunyi dan subtansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri
tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan.Namun demikian, meskipun filsafat dan
ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan
filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pendidikan. Yang mana pendidikan
sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat
menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan
warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang
dihasilkan (anak didik).
F. Teori pendidikan
rekonstruksionisme
1. Tujuan Pendidikan
a. Sekolah-sekolah
rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk
melakukan perubahan sosial, ekonomi
dan politik dalam masyarakat.
b. Tugas sekolah-sekolah
rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur”
sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan
mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
c. Tujuan pendidikan
rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang
masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala
global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan
untuk mengatasi masalah tersebut.
2. Metode pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan
kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan.Dengan demikian menggunakan
metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi
perbaikan masyarakat.
3. Kurikulum
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada
kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang
dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para
peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara
ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan
proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
Pelajar
Siswa adalah generasi
muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan
perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan
untuk membangun masyarakat masa depan.
Pengajar
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang
dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut
sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan
perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk
menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan
keberhasilannya.
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5
yaitu:
1) Pendidikan harus di laksanakan di sini dan sekarang
dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar
budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan
sosial masyarakat modern.
2) Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan demokrasi
sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat
dikontrol oleh warganya sendiri.
3) Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan
oleh kekuatan budaya dan sosial.
4) Guru harus menyakini terhadap validitas dan urgensi
dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan
prosedur yang demokratis
5) Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali
seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya
atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
6) meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran,
metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.[12]
G. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Islam adalah agama penyempurna agama sebelumnya, dimana agama-agama
terdahulu masih terdapat kekurangan Islam datang menyempurnakannya. Sumber ajaran
dalam agama Islam adalah kitab Al-quran dan Hadits. Di dalam Al-quran dan
Hadits terdapat semua yang dibutuhkan manusia, dari manusia itu lahir sampai
manusia itu mati, dari bangun tidur sampai tidur kembali, Al-quran dan Hadits
menjelaskan semuanya dengan detil. Begitu pula dengan pendidikan, filsafat
pendidikan Islam juga bersumber dari Al-quran dan Hadits.
Sebagai sumber ajaran, Al-quran sebagaimana telah dibuktikan oleh
para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan
dan pengajaran. Demikian pula dengan Hadits, sebagai sumber ajaran Islam,
diakui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi
Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life
education).[13]
Dari uraian di atas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya
bersumber pada Al-quran dan Hadits sejak awal telah menancapkan revolusi di
bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh Al-quran ini ternyata
amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui
dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari
keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari
ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.
Firman Allah yang artinya
“Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan
perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami
menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami.
Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang
benar” ( QS. Asy-Syura : 52 )
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah
orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya,
sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka
beruntung dan memperoleh kemenangan ia.” (Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)
Filsafat pendidikan Islam pertama sekali menjabarkan hakikat
manusia kemudian hakikat pendidikan, bagaimana manusia begitu membutuhkan
pendidikan dan pendidikan ada dan tersedia bagi manusia. Karena filsafat
pendidikan Islam hadir karena globlalisasi nilai-nilai. Filsafat pendidikan
Islam ingin nilai-nilai itu diperkuat dan tidak terbawa arus globalisasi. Arus
global ini dibawa oleh budaya barat, yang secara turun temurun dipengaruhi oleh
beberapa generasi sebelumnya seperti skema di bawah ini:
Rasionalisme > Cartesian dan Newtonian > Paradigma Sains >
Kebudayaan Barat > Kehancuran (Kontradiksi, kacau)
Dari skema di atas, dapat dilihat kekeliruan dalam pembangunan
kebudayaan barat yang diungkapkan oleh Capra dan juga Nietzsche. Menurut Capra,
ia menjelaskan dalam bukunya bahwa budaya barat sekarang sudah hancur.
Kehancuran itu ditandai dengan banyaknya kontradiksi atau kekacauan. Nietzche,
pada akhir abad 19 juga telah mengingatkan bahwa budaya barat di ambang
kehancuran, dan di akhir abad 20 ramalan itu menjadi kenyataan.
Nah, pada dasarnya paradigma yang seharusnya dibangun oleh budaya
barat adalah paradigma yang didasari ajaran agama. Seperti Islam contohnya,
yang mengandung ajaran yang mampu melihat alam semesta secara menyeluruh
sebagai suatu sistem, dalam kenyataannya Islam itu telah mampu menciptakan
masyarakat berbudaya tinggi yang seperti diperlihatkan oleh Negara Madinah pada
masa Muhammad SAW, Abu Bakar dan Umar.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam
adalah filsafat pendidikan dengan corak islami. Secara pendidikan Islam manusia
perlu dibantu untuk menjadi manusia. Karena pendidikan adalah upaya
memanusiakan manusia. Dalam upayanya memanusiakan manusia, proses ini merupakan
proses yang berlangsung seumur hidup. Mengapa seumur hidup? Karena berdasarkan
hakikat pendidikan itu sendiri bahwasanya pendidikan adalah bantuan atau
pertolongan untuk manusia menjadi manusia yang mampu menciptakan masyarakat
berbudaya tinggi.
Menurut pendapat Imam Al-Ghazali pendidikan yang baik merupakan
jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan untuk mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Ilmu dapat dilihat dari 2 segi ilmu yaitu :
Ilmu sebagai proses
Imam Al-Ghazali membagi ilmu menjadi 3 yaitu:
1) Ilmu Hissiyah diperoleh manusia melalui pengindraan atau alat
indra
2) Ilmu Aqliyah diperoleh melalui kegiatan berfikir atau akal
3) Ilmu Ladunni diperoleh langsung dari Allah, tanpa melalui proses
penginderaan atau pemikiran melainkan melalui hati dalam bentuk ilham
Ilmu sebagai objek
Menurut pandangan Imam Al-Ghazali ilmu dikataan sebagai objek dapat
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak baik sedikit maupun
banyak. Ilmu ini tercela karena tidak memiliki nilai manfaat, baik di dunia
maupun akhirat. Contohnya, ilmu sihir, azimat, nujum dan ilmu tentang ramalan
nasib.
2. Ilmu pengetahuan yang terpuji baik sedikit maupun banyak. Ilmu
pengetahuan ini terpuji secara mutlak dapat melepaskan manusia atau yang
mempelajarinya dari perbuatan tercela, menyucikan diri, membantu manusia
mengetahui kebaikan dan mengerjakannya, memberitahu manusia kejalan dan usaha
mendekatkan diri kepada Allah dalam mencari ridhaNya guna mempersiapkan dunia
untuk kehidupan akhiat yang kekal.
3.
Ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji, tetapi jika memperdalaminya
tercela. Menurut imam Al-ghazali ilmu tersebut jika diperdalam menimbulkan
kekacauan pikiran dan keraguan yang akhirnya cenderung mendorong manusia kufur
dan ingkar.
H. Perspektif Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Aliran
Rekonstruksionisme dalam Aplikasi Pendidikan
Seperti yang telah kita ketahui bahwa filsafat rekonstruksionisme
adalah aliran yang berusaha merombak tatsa susunan lama untuk membangun tata
susunan baru yang lebih modern. Sedangkan filsafat pendidikan Islam merupakan
filsafat dengan corak islami yang berusaha menciptakan masyarakat yang
berbudaya tinggi. Dari kedua pengertian aliran ini terdapat perbedaan, dalam
rekonstruksionisme ada upaya untuk merombak atau mengubah tata susunan
sedangkan filsafat pendidikan Islam justru mengupayakan membangun manusia itu
sendiri berdasarkan panduan secara islami.
Kemudian perbedaan lain, filsafat rekonstruksionisme menginginkan
transformasi secara kultural, namun filsafat pendidikan Islam justru
mempertahankan budaya-budaya islaminya. Pada aliran rekonstruksionisme juga,
pendidikan merupakan usaha membangun pengalaman-pengalaman yang pernah terjadi,
namun pada filsafat pendidikan Islam pendidikan dikembalikan kepada seperti apa
manusia itu menginginkannya atau berdasarkan kebutuhan manusia itu sendiri,
maksudnya adalah tidak memaksakan dengan satu metode.[14]
Untuk kejelasan mengenai pandangan filsafat pendidikan Islam dengan
filsafat aliran rekonstruksionisme, akan dibahas implementasinya dalam
pendidikan.[15]
1.
Tujuan Pendidikan
Pada
aliran rekonstruksionisme tujuan pendidikan adalah sebagai berikut:
1)
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk
melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2)
Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ‘insinyur-insinyur’
sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah
masyarakat masa kini.
3) Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan
kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang
dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada mereka
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
Kemudian kita lihat apa pandangan filsafat pendidikan Islam
mengenai tujuan pendidikan; “Untuk menghasilkan manusia terbaik atau insan
kamil dengan ciri mampu hidup tenang dan produktif” (Ahmad Tafsir, 2010).
Terdapat persamaan dan juga perbedaan, namun semua tujuan pendidikan itu baik
dan sama-sama ingin menghasilkan output yang bagus.
2. Pendidik
Pada aliran rekonstruksionisme posisi pendidik harus membuat para
peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, mambantu
mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat
untuk memecahkannya. Guru harus terampil dalam membantu peserta didik
menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir
berbeda-beda sebaga suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Sedangkan pada filsafat pendidikan Islam posisi pendidik sebagai
father of spiritual (Bapak spiritual) yang bertanggung jawab, di lingkungan
pertama pendidik bagi anak-anak adalah orang tua, kemudian di lingkungan kedua
adalah guru. Para pendidik filsafat pendidikan islam sangat bertanggug jawab pada siswa-siswanya, karena para
pendidik filsafat pendidikan Islam menganggap siswa-siswanya seperti anaknya
sendiri.
Filsafat pendidikan islam memandang pendidik dalam aliran
rekonstruksionisme bukan orang yang punya kedekatan secara emosional dengan
peserta didiknya. Karena menurut filsafat pendidikan Islam pendidik haruslah
memiliki kedekatan secara emosional dengan para peserta didiknya untuk
mempermudah proses belajar-mengajar.
3. Peserta Didik
Rekonstruksionisme memandang peserta didik sebagai generasi muda
yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan dan perlu
berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk
membangun masyarakat masa depan.
Sedangkan filsafat pendidikan Islam memandang peserta didik sebagai
subjek dan objek dan orang yang sedang tumbuh dewasa dalam proses pembelajaran.
Anak yang sedang tumbuh harus mendapat bimbingan berdasarkan
petunjuk Al-quran dan Hadits, anak dalam fase ini masih belajar untuk beribadah
kepada Allah SWT untuk mempersiapkan diri membangun masyarakat. Mambangun
masyarakat bukanlah hal yang mudah. Persiapan untuk itu membutuhkan mental yang
besar dan kuat pada anak, untuk itu perlu berlandas pada Al-quran dan Hadis
atau setidaknya pada agama yang dilupakan oleh aliran rekonstruksionisme.
4. Kurikulum
Aliran rekonstruksionisme mengisi kurikulum dengan mata-mata
pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan
politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah
pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang
ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif. Struktur organisasi kurikulum
terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses penyelidikan ilmiah
sebagai metode pemecahan masalah.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, sumber ajaran dalam filsafat
pendidikan Islam adalah Al-quran dan Hadits. Maka kurikulum pun disesuaikan
dengan kebutuhan manusia berdasarkan Al-quran dan hadits.
5. Metode Pembelajaran
Seperti namanya, rekonstruksionisme menganalisis secara kritis
terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik
untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis
kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
Sedangkan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal
sebagai berikut sebagai metode :
Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan
filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu Al-quran
dan Hadits yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ;
dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek
kependidikan.
Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang
bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan
yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian,
khusus dalam menggunakan Al-quran dan Hadits dapat digunakan jasa Ensiklopedi
al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karimkarangan
Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan
Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan
alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan
rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan
analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut
di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas
tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan
dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan
fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau
yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang
akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
III.
Simpulan
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris reconstruct yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Melalui
lembagai dan proses pendidikan, rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan
lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
Adapun implikasi aliran ini dalam dunia pendidikan diantaranya yaitu: misi
sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial, pendidikan bertanggung
jawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal, kurikulum sekolah tidak boleh
didominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh budaya yang ditentukan atau
disukai karena semua budaya dan nilai-nilai yang berhubungan berhak untuk
mendapatkan tempat dalam kurikulum, guru harus menunjukkan rasa hormat yang
sejati atau ikhlas terhadap semua budaya baik dalam memberi pelajaran maupun
dalam hal lainnya.
Kemudian Kedua aliran ini memiliki persamaan
dan perbedaan meskipun banyak perbedaannya. Namun, pendidikan sama-sama
memiliki tujuan yang baik, hanya berbeda pada teori-teorinya saja. Tidak
terbatas pada teori, aplikasinya pun juga harus dimaksimalkan untuk mendapatkan
hasil yang maksimal
Adapun pandangan-pandangan filsafat pendidikan Islam terhadap
aliran rekonstruksionisme, sesungguhnya tidak ada yang harus dirombak jika kita
berlandaskan pada ajaran agama dan kembali kepada agama. Agama telah memenuhi
standar hidup bagi umat jika umat (manusia) mau mempelajarinya. Pendidikan dan
agama haruslah seimbang, namun dalam aliran rekonstruksionisme kurang
memperhatikan hal tersebut sehingga perombakan-perombakannya cenderung kurang
rasional.
Terlepas dari itu semua, kedua aliran ini baik adanya namun
tergantung pada yang menganut dan mengaplikasikannya. Wallahualam bisshawab.
DAFTAR PUSTAKA
Amri,
Amsal. (2009). Studi Filsafat Pendidikan. Banda Aceh: PeNa.
Tafsir,
Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya
HW, Teguh Wangsa Gandhi. (2011). Filsafat Pendidikan (Mazhab-mazhab
Filsafat Pendidikan). Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Mudyahardjo, Redja, 1995, Pengantar Pendidikan, Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Jalaludin, 2010, Filsafat Penddidian Manusia, Filsafat Dan
Pendidikan, Yogyakarta: Ar-ruzz.
Sadulloh, Uyoh, 2009, Pengantar Filsafat Pendidikan,
Bandung: Alfabeta.
As Said, Muhammad, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Barabai:
STAI Al- Washliyah Barabai.
Indar, M. Djumberansyah,1994, Filsafat pendidikan, Surabaya:
Karya Abditama.
Knight, George,2007, Issue and Alternative in Educational
Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif, Yogyakarta:Gama Media.
http:// filsafat-rekonstruksionisme.html
[1]
Mastuhu, Memberdayakan SItem
Pendidikan Islam, cet, II (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), hal. 3
[4]
http://filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme1.html
[6]
Drs.
Muhammad As Said, M. Pd. Filsafat Pendidikan Islam (
Barabai ; STAI Al- Washliyah Barabai,2009) hal. 93
[7] Drs. H. M . Alwi Kaderi, Filsafat
Pendidikan, ( Banjarmasin, 2011 ) hal. 125
[8]
M.
Djumberansyah Indar. Filsafat pendidikan. (Surabaya, Abditama, 1994).
Hal 139
[9]
http://
filsafat-rekonstruksionisme.html
[10] George Knight. Issue and
Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan Mahmud Arif. (Yogyakarta, Gama
Media, 2007). Hal 185-190
[11]
Prof.
Dr. H. Jalaludin, Filsafat Pendidikan, Filsafat Dan Pendidikan (Yogyakarta,
Ar-ruzz Media, 2010) hal 119
[12]
Hadi
Syamsul, Rukiyah, 2009, Filsafat Pendidikan rekonstruksionalisme
Tag :
MAKALAH
0 Komentar untuk "Aliran Rekonstruksionisme dalam pandangan filsafat pendidikan Islam "