Meningkatkan pendidikan karakter melalui
drama
Drama sebagai bagian dari perwujudan seni yang melibatkan
keseluruhan totalitas dalam kemampuan berekspresi perlu dilatihkan pada siswa.
Kegiatan penyajian drama di dunia pendidikan informal meskipun tertuang dalam
pemberdayaan silabus ditiap tingkatnya, tetapi kurang mendapat porsi yang
memadai demi tercapainya tujuan pembelajaran ini. Kompleksitas bidang drama
yang mencakup beragam seni membuat pembelajaran drama sering diabaikan.
Kesenian merupakan hasil seni ( hasil karya manusia yang halus dan indah). Ada pun media yang digunakan antara lain gerak, suara, bunyi, laku,
dan sebagainya. Rahmanto (1997:7.8) menjelaskan bahwa dalam arti luas, drama
adalah seni pertunjukan yang menyajikan alur cerita. Di dalamnya termasuk seni
pedalangan ( wayang kulit, wayang golek, dsb. ), seni film ( sinetron,
telenovela, dsb. ), drama tradisional (ketoprak, lenong, dsb.) dan juga drama
modern.
Apa itu drama??
Pada dasarnya drama merupakan salah satu bentuk karya sastra yang
diperankan oleh para pemain. Adapun kata drama berasal dari bahasa Yunani
draomai yang artinya bertindak, berbuat, bereaksi, berlaku. Jadi drama bisa
berarti suatu perbuatan atau tindakan. Pengertian drama secara umum yaitu
sebuah karya sastra dalam bentuk dialog yang diperagakan dengan maksud untuk dipertunjukkan
atau dipentaskan oleh para pemain. Pementasan naskah drama disebut juga dengan
teater. Drama dalam arti luas ialah segala bentuk yang dipertontonkan
mengandung cerita yang dipertunjukkan di depan khalayak ramai. Sedangkan dalam
arti sempit, drama ialah sebuah kisah manusia dalam kehidupan di masyarakat
yang dipentaskan di atas panggung.
Adapun
pengertian drama menurut para ahli antara lain sebagai berikut :
1.
Moulton
Drama merupakan kisah hidup yang dilukiskan dalam bentuk gerakan
(life presented in action).
2.
Balthazar Vallhagen
Drama merupakan sebuah kesenian yang melukiskan sifat dan watak
manusia dengan gerakan.
3.
Ferdinand Brunetierre
Menurutnya drama harus melahirkan sebuah kehendak dengan action
atau gerak.
4.
Budianta, dkk (2002)
Drama merupakan genre sastra dimana penampilan fisiknya
memperlihatkan secara verbal adanya percakapan atau dialog diantara para tokoh
yang ada.
Adapun
menurt para ahli unsur-unsur yang ada di dalam drama antara lain:
1.
Tema
2.
Latar atau Setting
3.
Plot atau alur
4.
Penokohan dan perwatakan
5.
Amanat
6.
Akting dan Bloking
7.
Tata Pentas
Dalam penokohan, ada tokoh yang berperan sebagai antagonis yaitu
tokoh yang menentang tokoh protagonis atau biasa disebut dengan tokoh yang
berlakon jahat) ; protagonis yaitu tokoh utama dari cerita yang diangkat atau
biasa disebut tokoh yang baik) dan tritagonis yaitu tokoh atau peran pembantu
baik antagonis ataupun protagonis.
Banyak hal yang harus dilakukan para pemeran drama salah satunya
adalah latihan peran. Adapun latihan - latihan yang dimaksud antara lain :
latihan gesture ( gerakan wajah, tangan, kaki yang sesuai naskah), sikap,
dialog, artikulasi yang pas, ekspresi wajah,
gerakan tubuh, blocking atau perpindahan dari tempat yang satu ke tempat
yang lain dan masih banyak lagi latihan yang harus dipersiapkan secara matang
oleh para pelaku drama.
Manfaat pengalaman dalam drama
1.
cara kreatif aman untuk conflic dan meningkatkan hubungan
2.
kesempatan untuk mengeksplorasi masalah nilai
3.
menghargai pertumbuhan kepemimpinan
4.
Jenis penonton
5.
apreciates siswa terlibat dengan nilai-nilai inti
Unsur-
unsur pementasan drama dalam arti luas ini antara lain sebagai berikut:
1.
pelaku/pemain
2.
lakon
3.
pentas
4.
sutradara
5.
penonton
6.
unsur lainnya:
a.
pakaian/ kostum
b.
rias
c.
dekorasi
d.
cahaya
e.
suara ( musik dan bunyi efek)
Dalam pengertian yang sempit , drama adalah teks yang bersifat
dialog dan isinya membentangkan sebuah alur ( Luxemburg, 1984: 158). Unsur-
unsur teks drama antara lain alur, tokoh , dan dialog. Drama pada umumnya
bertujuan untuk dipentaskan. Karena dimaksudkan untuk dipentaskan , drama memiliki
beberapa keunikan .
Menurut sejarah, perkembangan drama di Indonesia cukuplah semarak.
Misalnya pada zaman jepang , drama bermunculan digunakan sebagai alat
propaganda Jepang. Kemudian muncul drama keliling. Pada saat pergolakan setelah
merdeka, kegiatan ini terhenti. Akan tetapi di daerah-daerah tertentu teater
tradisional masih tetap hidup, sperti Ludruk di Surabaya, Lenong di Jakarta,
wayang orang dan kethoprak di jawa Tengah, randai di Sumatra Barat, dan
lain-lain.
Dapat ditelusuri bahwa drama dilingkungan masyarakat kita sudah
cukup dikenal menjadi tontonan. Bertolak dari perkembangan tersebut, kita bisa
ikut menggalakkan kembali jenis kesenian ini bersama-sama siswa sebagai anak
didik kita melalui kegiatan ekstrakurikuler, acara perpisahan sekolah,
perkemahan pelajar, pentas HUT RI, dll. Untuk keperluan tersebut, karena rumit
dan uniknya anatomi drama , maka diharapkan guru sebagai pendidik diharapkan
dapat membantu siswa untuk memahami naskah drama ( cerita).
Manfaat
Pembelajaran Sastra Drama
Seperti puisi, drama diciptakan untuk di dengar, bahkaan lebih dari
puisi , drama memerlukan koordinasi pikiran dan perasaan yang sepenuh-penuhnya
dari para pembacanya. Di samping untuk didengar, drama juga utnuk dilihat. Jadi
para pembacanya harus menjadi aktor, perancang pentas , dan lain-ain. Hal itu
dilakukan ketika membacakan kata-kata tertulis menjadi drama yang hidup dengan
pelaku-pelaku yang berbicara serta setting ( latar) dan adegan yang diharapkan
oleh simbul-simbul tertulis itu.
Pengajaran sastra , termasuk drama dapat dimanfaatkan untuk
mengembangkan cipta dan karsa. Cipta ialah pikiran untuk mengadakan sesuatu
yang baru, merupakan angan-angan yang kreatif. Rasa adalah tanggapan indra
terhadap rangsangan saraf ( manis, harum) dingin . Rasa juga dapat berarti
tanggapan hati melalui indra ( sedih, gembira, dsb) .
Melalui berbagai kegiatan mempelajari drama, diharapkan dalam diri
siswa terkembangkan berbagai kecakapan . Kecakapan ini antara lain yang
bersifat indra (alat untuk merasa, mencium, mendengar, melihat merasa, dan
merasakan sesuatu secara naluri), penalaran ( pemikiran atau cara berpikir yang
logis), afektif ( berkenan dengan masyarakat ), dan relegius ( ketaatan pada
agama, kesolehan).
Menurut Loren E. Taylor ( dalam Rahmanto, 1997: 7.26) pembelajaran
sastra drama bagi siswa antara lain: memperluas wawasan budaya, membantu
pembentukan suara, mengembangkan keserasian gerakan, mengembangkan apresiasi
terhadap keindahan, mengembangkan kesedapan sikap , mengembangkan daya
imajinasi, menyediakan rekreasi sehat, mengembangkan apresiasi sastra,
memberikan kesempatan untuk ekspresi pribadi, mengembangkan cita rasa ,
mengembangkan rasa percaya diri, mengembangkan rasa percaya pribadi,
mengembangkan kontrol pribadi, dan memperkuat daya ingatan.
Selanjutnya juga dikemukakan bahwa kegiatan berdrama juga dapat
dimanfaatkan untuk mengembangkan kemampuan dalam menerima kritik, mengembangkan
kepribadian , memperkaya pengalaman, menstimulasi otak, membantu pencapaian
tujuan sekolah, mengembangkan pengertian terhadap perihal emosional, melatih
perihal yang fundamental dalam seni drama, memberikan kemungkinan profesi,
menambah kemampuan dalam menafsirkan kehidupan, mengajarkan sikap-sikap baik,
memperbaiki kebiasaan buruk, mengembangkan kecepatan berpikir, mengembangkan
sikap jujur, mengembangkan kesediaan mengorbankan diri, mengembangkan
kecerdasan, mengembangkan inisiatif, mengembangkan karakter, dan melatih
menjadi penonton yang dewasa.
Henry
Guntur Tarigan ( dalam Rahmanto1977: 7.28) berpendapat bahwa manfaat drama,
khususnya yang dimainkan anak-anak , adalah sebagai berikut: memupuk kerjasama
yang baik, sebagai pergaulan sosial, memberi kesempatan kepada anak untuk
melahirkan daya kreasinya, mengembangkan emosi yang sehat , menghilangkan sifat
pemalu dan penggugup, mengembangkan apresiasi dan sikap yang baik, serta
menghargai pendapat dan pikiran orang lain, menanamkan kepercayaan kepada diri
sendiri , serta dapat mengurangi kejahatan dan kenakalan anak-anak.
Anatomi
drama
Menurut Haryanto ( dalam Rahmanto 1997: 9.2) Unsur –unsur yang
membangun karya sastra drama dari dalam sebagai yang menghidupkan drama
meliputi tokoh, alur, latar, dan tema.
A.
Tokoh
Pada umumnya tokoh dalam drama berupa orang . Jika berupa binatang,
tumbuhan, atau bahkan benda mati , sikap dan tingkah lakunya tetap pula
menggambarkan kehidupan manusia. Tokoh dalam sastra drama bukanlah sekadar
boneka yang mati. Tokoh tersbut diharapkan berkesan hidup, yaitu memiliki
ciri-ciri kebadanan, ciri-ciri kejiwaan, dan cirri-ciri kemasyarakatan. Yang dimaksud ciri-ciri kebadanan misalnya
usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan kondisi wajah. Yang dimaksud ciri-ciri
kejiwaan misalnya mentalitas, moral, temperamen, kecerdasan, dan kepandaian
dalam bidang tertentu. Sedangkan yang dimaksudkan ciri-ciri kemasyarakatan
misalnya status sosial, pekerjaan, atau perannya dalam masyarakat, pendidikan ,
ideologi, kegemaran, dan kewargaanegaraan. Dengan memenuhi ciri-ciri itu tokoh
akan tampak utuh dan hidup.
Ada berbagai macam tokoh . Berdasarkan peranannya dalam drama
terdapat tokoh utama dan tokoh tambahan . Tokoh utama adalah pelaku yang
diutamakan dalam suatu drama. Ia mungkin paling banyak muncul atau mungkin
paling banyak dibicarakan. Tokoh tambahan adalah pelaku dalam drama yang
kemunculannya dalam drama lebih sedikit, tidak begitu dipentingkan
kemunculannya. Berdasarkan
fungsi penampilannya terdapat tokoh protagonis , antagonis, dan tritagonis.
Protagonis adalah tokoh yang diharapkan berfungsi menarik simpati dan empati
pembicara atau penonton. Ia adalah tokoh dalam drama yang memegang pimpinan ,
tokoh sentral. Antagonis atau tokoh lawan adalah pelaku dalam drama yang
berfungsi sebagai penentang utama dari tokoh protagonis. Tritagonis adalah
tokoh yang berpihak pada protagonis atau berfungsi sebagai penengah
pertentangan tokoh-tokoh.
Penciptaan citra tokoh atau penokohan dalam drama dilakukan dengan
berbagai cara . Pengarang mungkin secara langsung mengungkapkan gambaran
tentang tokoh mungkin pula melalui cakapan tokoh , penggambaran keadaan tokoh,
atau tingkah laku tokoh atau percakapan tokoh lainnya tentang diri si tokoh
B.
Alur
Alur
disebut juga plot, jalan cerita, susunan atau stuktur naratif. Alur drama
adalah rangkaian peristiwa dalam karya sastra drama yang mempunyai penekanan
pada adanya hubungan kausalitas ( sebab akibat). Dapat juga dikatakan bahwa
alur drama adalah jalinan peristiwa dalam karya sastra drama guna memcapai
suatu efek. Karya sastra
yang lengkap mengandung cerita ( puisi, prosa maupun drama) , pada umumnya
mengandung delapan bagian unsur sebagai berikut : eksposisi, rangsangan,
konflik, rumitan, klimaks, krisis, larian, dan, penyelesaian, Eksposisi atau paparan adalah bagian karya sastra drama yang berisi
keterangan mengenai tokoh serta latar. Biasanya eksposisi ini terletak bagian
awal karya tersebut. Dalam tahapan ini pengarang memperkenalkan para tokoh,
menjelaskan tempat peristiwa, menggambarkan peristiwa yang akan terjadi. Bagian
alur ini bertujuan untuk mengantar pembaca atau penonton ke dalam persoalan
utama yang menjadi isi cerita drama.
Rangsangan
adalah tahapan alur ketika muncul kekuatan, kehendak, kemauan, pandangan yang
saling bertentangan dalam drama. Bentuknya berupa peristiwa yang segera terjadi
setelah bagian eksposisi terakhir serta memulai timbul konflik , peritiwa ini
sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru atau datangnya suatu berita
yang merusakkan keadaan yang semula laras.
Konflik atau tikaian adalah tahapan ketika suasana emosional
memanas karena adanya pertentangan dua atau lebih kekuatan. Pertentangan atau
konflik tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu : manusia dengan
alam, manusia dengan sesama manusia, manusia dengan dirinya sendiri ( konflik
batin), dan manusia dengan penciptanya. Rumitan atau komplikasi merupakan tahapan ketika suasana semakin
panas karena konflik semakin mendekati puncaknya . Gambaran nasib tokoh semakin
jelas meskipun belum sepenuhnya terlukiskan.
Klimaks/ titik puncak cerita, bagian ini merupakan tahapan ketika
pertentangan yang terjadi mencapai titik optimalya. Peristiwa dalam tahap ini
merupakan penggugah nasib tokoh. Bagian ini , terutama dipandang dari segi
tanggapan penonton , menimbulkan puncak ketegangan, klimaks merupakan puncak
titik balik .
Krisis titik balik adalah bagian alur yang mengawali leraian . Tahap
ini ditandai oleh perubahan alur cerita menuju kesudahannya. Karena setiap
klimak diikuti oleh krisis , keduannya sering dianggap sama atau disamakan Leraian
adalah bagian struktur alur sesudah klimaks dan krisis , merupakan peristiwa
yang menunjukkan perkembangan lakuan kearah selesaian, Dalam tahap ini kadar
pertentangan mereda. Ketegangan emosional menyusut suasana panas mulai
mendingin menuju kembali ke keadaan semula seperti sebelum terjadi
pertentangan.
Penyelesaian merupakan bagian akhir alur drama . dalam tahap ini
biasanya rahasia atau kesalahpahaman yang bertalian dengan alur cerita
terjelaskan. Ketuntasan final dari segala pertentangan yang terjadi
terungkapkan. Terpecahkan nya masalah dihadirkan dalam tahap ini.
C.
Latar
Latar disebut juga setting atau landasan tumpu . Istilah ini
mengacu pada makna tentang segala keterangan mengenai waktu, ruang, serta
suasana peristiwa dalam karya sastra drama. Dalam karya sastra drama biasanya
tidak mengemukakan latar dengan deskripsi kata-kata, tetapi dengan penampilan
yang didukung oleh seni dekorasi , seni ukis, seni patung, tata cahaya, tata
bunyi ( music dan sound effect) . Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas . Hal itu penting untuk menciptakan kesan realitas kepada
pembaca atau penonton . latar menciptakan suasana yang seakan-akan nyata ada,
yang mempermudah pembaca dalam berimajinasi. Latar juga memungkinkan pembaca
atau penonton berperan secara kritis berkenaan dengan pengetahuannya mengenai
latar tersebut.
Berkaitan dengan latar ini dikenal adanya latar fisik dan latar
spiritual. Latar fisik adalah segala keterangan atau keadaan mengenai lokasi
atau tempat tertentu (nama kota, desa, jalan, hotel, kamar) dan berkenaan
dengan waktu ( abad, tahun, tanggal, pagi, siang, saat bulan purnama, ketika
hujan deras). Dengan demikian ,latar fisik ini terdiri dari latar tempat dan
latar waktu.
Latar spriritual adalah segala keterangan atau keadaan mengenai
tatacara, adat istiadat, kepercayaan, nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki
oleh latar fisik. Latar spiritual ini pada umumnya dilukiskan kehadirannya
bersama dengan latar fisik, bersifat memperkuat kehadiran atar fisik tersebut.
Latar sosial ( keterangan atau keadaan yang berkaitan dengan perilaku kehidupan
sosial : kebiasaan hidup, tradisi, kepercayaan) termasuk di dalam latar
spiritual.
Penyajian
Drama
a.
Persiapan
Sebelum guru mengajarkan drama
pada suatu kelas , ia harus mengadakan dua macam persiapan , yakni memilih
bahan yang cocok untuk kelasnya dan menyusun persiapan guna dapat mengajarkan
dengan baik. Persiapan awal mengumpulkan naskah . Jika sudah ada beberapa
naskah / cerita drama. Guru memilih naskah/ cerita yang sesuai. Cara memilih
naskah / cerita tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1.
Apakah cerita / naskah itu sesuai dengan minat siswa;
2.
Apakah cerita/ naskah ini membina manusia seutuhnya sesuai dengan minat
kemampuan minat siswa;
3.
Dapatkah cerita ini merangsang kegiatan siswa;
4.
Apakah tingat kesukaran bahasanya sesuai.
Menurut DePorter ( 2005:
216) mengungkapkan kunci utama mendapat daya ingat yang istimewa adalah
bagaimana cara kita mengasosiasikan pelbagai hal dalam memori kita. Daya ingat
siswa dapat dilatih pada kegiatan bermain drama ini. Siswa dituntut untuk
menghafalkan teks naskah drama sesuai dengan peran yang ia mainkan. Siswa
dituntut untuk bisa berekspresi, bersikap ataupun memiliki sifat sesuai
karakter peran tokoh.
Menurut Silberman( 2007: 222) Aktivitas dalam pembelajaran
merupakan cara yang istimewa dalam memberikan kepada setiap siswa kesempatan
untuk melatih kecakapan melalui bermain peran tentang situasi kehidupan nyata.
Kegiatan yang spesifik untuk pembelajaran ini adalah melalui kegiatan bermain
drama. Melalui drama siswa dapat mengenal karakter setiap pribadi lewat tokoh
yang diperankan. Kreativitas peran yang dibawakan dipadu dengan kepekaan
berimprovisasi drama pada pementasan dapat melatih kepekaan rasa dan kehalusan
jiwa .
Simpulan
Pembelajaran drama dapat membawa efek positif bagi perkembangan
karakter siswa, rasa disiplin , kebersamaan, kekompakaan, dan tanggung jawab
dapat terbina melalui kegiatan ini. Kemampuan intelektual terasah utamanya
melalui hafalan dialog teks, kepekaan rasa saat memerankan tuntutan lakon,
solidaritas tinggi saat membina kekompakan dengan seluruh pemain drama.
Daftar
Pustaka
1.
DePorter dan Mike Hernacki. 2005. Quontum Learning. Bandung: Kaifa.
2.
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
3.
Luxemburg, Jaan Van.dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
4. http://www.sagepublications.com
Tag :
ARTIKEL
0 Komentar untuk "ENHANCING CHARACTER EDUCATION THROUGH EXPERIENTIAL DRAMA AND DIALOGUE"